Pemerintah hanya pentingkan penerimaan negara
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat ekonomi dari Econit, Hendri Saparini menilai, keinginan pemerintah memungut cukai ponsel tidak memiliki alasan yang kuat, tujuannya pun tak jelas.
Bila cukai ponsel bertujuan untuk mendorong pembangunan industri ponsel di dalam negeri, lanjut Hendri, nyatanya saat ini pemerintah belum memiliki blueprint pembangunan industri ponsel di dalam negeri.
"Kenapa kita mesti kasih cukai? Misalnya industri seluler, tujuannya itu apa? Apakah ini tujuannya untuk pendapatan negara, ataukah ini ada kepentingan untuk sektor tadi (komunikasi). Kita blueprint untuk mengembangkan itu pun belum ada," kata Hendri usai Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/2/2013).
Menurut dia, rencana pemungutan cukai ponsel ini hanya sekedar usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Tidak ada rancangan yang jelas mengenai kebijakan ini.
Selain itu, Hendri juga menyoroti kebijakan fiskal yang tidak pada tempatnya mengenai rencana pemungutan cukai ponsel ini. Seharusnya, kebijakan fiskal dibuat untuk membantu pembangunan ekonomi di dalam negeri, bukan hanya untuk penerimaan negara.
"Tidak salah kalau kita menganggap bahwa ini ad hoc saja, karena kemarin ada kesulitan pemerintah untuk memenuhi target penerimaan negara kemudian harus dicari dari sektor-sektor yang itu memiliki potensi besar untuk memberikan penerimaan negara. Ini kan salah," simpulnya.
Karena itu, pihaknya menolak rencana pemberlakuan cukai ponsel ini. "Kita harus kembalikan lagi fungsi fiskal itu pada tempatnya," tutup Hendri.
Sebelumnya diberitakan, terkait rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberlakukan cukai untuk ponsel, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mempertanyakan kesiapan industri di dalam negeri untuk memproduksi ponsel.
Pasalnya, pemberlakuan cukai ponsel akan membuat harga ponsel yang diimpor dari luar negeri akan menjadi mahal dan akibatnya konsumen bakal dirugikan. Karena itu, terlebih dahulu perlu dipersiapkan industri ponsel dalam negeri yang bisa memproduksi ponsel berharga murah dan berkualitas.
"Kita harus ukur sejauh mana industri dalam negeri siap. Timing-nya harus diatur," ujar Gita, pekan lalu.
Bila cukai ponsel bertujuan untuk mendorong pembangunan industri ponsel di dalam negeri, lanjut Hendri, nyatanya saat ini pemerintah belum memiliki blueprint pembangunan industri ponsel di dalam negeri.
"Kenapa kita mesti kasih cukai? Misalnya industri seluler, tujuannya itu apa? Apakah ini tujuannya untuk pendapatan negara, ataukah ini ada kepentingan untuk sektor tadi (komunikasi). Kita blueprint untuk mengembangkan itu pun belum ada," kata Hendri usai Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/2/2013).
Menurut dia, rencana pemungutan cukai ponsel ini hanya sekedar usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Tidak ada rancangan yang jelas mengenai kebijakan ini.
Selain itu, Hendri juga menyoroti kebijakan fiskal yang tidak pada tempatnya mengenai rencana pemungutan cukai ponsel ini. Seharusnya, kebijakan fiskal dibuat untuk membantu pembangunan ekonomi di dalam negeri, bukan hanya untuk penerimaan negara.
"Tidak salah kalau kita menganggap bahwa ini ad hoc saja, karena kemarin ada kesulitan pemerintah untuk memenuhi target penerimaan negara kemudian harus dicari dari sektor-sektor yang itu memiliki potensi besar untuk memberikan penerimaan negara. Ini kan salah," simpulnya.
Karena itu, pihaknya menolak rencana pemberlakuan cukai ponsel ini. "Kita harus kembalikan lagi fungsi fiskal itu pada tempatnya," tutup Hendri.
Sebelumnya diberitakan, terkait rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberlakukan cukai untuk ponsel, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mempertanyakan kesiapan industri di dalam negeri untuk memproduksi ponsel.
Pasalnya, pemberlakuan cukai ponsel akan membuat harga ponsel yang diimpor dari luar negeri akan menjadi mahal dan akibatnya konsumen bakal dirugikan. Karena itu, terlebih dahulu perlu dipersiapkan industri ponsel dalam negeri yang bisa memproduksi ponsel berharga murah dan berkualitas.
"Kita harus ukur sejauh mana industri dalam negeri siap. Timing-nya harus diatur," ujar Gita, pekan lalu.
(gpr)