KIARA kecam pengerukan pasir laut di Selat Madura

Minggu, 03 Maret 2013 - 18:03 WIB
KIARA kecam pengerukan pasir laut di Selat Madura
KIARA kecam pengerukan pasir laut di Selat Madura
A A A
Sindonews.com - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan, pengerukan pasir laut untuk pemenuhan pembangunan pelabuhan multipurpose Teluk Lamong telah menghancurkan ekosistem pesisir Selat Madura dan mematikan usaha perikanan tangkap nelayan Surabaya, Madura, Gresik dan Lamongan.

PT. Pelindo III sebagai pelaku kegiatan reklamasi dan PT. Gora Gahana sebagai pemasok material pasir dengan cara mengeruk pasir laut di Selat Madura dituding olekh KIARA sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.

"Kegiatan pertambangan pasir laut di Selat Madura sudah marak dilakukan oleh beberapa perusahaan sejak tahun 1978. Salah satunya PT. Gora Gahana, meskipun baru memulai tahun 1985, perusahaan ini secara faktual paling dominan dan berkontribusi besar dalam penghancuran ekosistem Selat Madura," terang Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (3/3/2013).

Dia menambahkan, di tahun 2012, diketahui PT. Gora Gahana kembali melakukan penambangan pasir laut, meskipun izin yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tindakan pengerukan pasir laut dan reklamasi pantai, ujar Halim, merupakan pelanggaran konstitusi. Sejak tanggal 16 Juni 2011 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VII/2010 tentang uji materi UU No. 27 Tahun 2007, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya menyangkut pembatalan pasal-pasal Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang melarang praktik pengkaplingan atau pravitisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Proses mendapatkan izin penambangan PT. Gora Gahana tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Keluarnya izin tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat untuk mendapatakan izin lingkungan hidup dan izin kegiatan," tambahnya.

Menurut Halim, hal ini dikuatkan dengan bukti tidak adanya pelibatan nelayan Selat Madura yang terkena dampak langsung akibat aktivitas pertambangan tersebut, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. "Lebih dari itu, Selat Madura merupakan wilayah konservasi, daerah tangkapan dan budidaya," pungkas dia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5828 seconds (0.1#10.140)