KPPU akan selidiki persaingan 'kotor' di sektor kesehatan
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir adanya persaingan usaha tidak sehat di sektor kesehatan, khususnya pada penjualan obat di rumah sakit (RS). Atas indikasi praktik tersebut, KPPU berencana melakukan penyelidikan.
"Harga obat yang mahal, itu kan salah satu indikasi (tidak sehatnya persaingan usaha sektor kesehatan). Kita akan mulai penyelidikan di sektor itu," kata Ketua Komisioner KPPU, Nawir Messi Jakarta, Selasa (26/3/2013).
Tidak sehatnya persaingan usaha di sektor kesehatan, Nawir menjelaskan, juga terlihat dari tidak diberikannya kebebasan kepada pasien untuk menentukan obat yang akan ditebusnya. Dimana, seringkali dokter mencantumkan merek obat tertentu, di atas kemampuan pasien.
Akibatnya saat menebus obat, pasien tidak memiliki pilihan untuk menggunakan obat generik dengan harga yang lebih terjangkau atau obat bermerek dengan harga yang tentu lebih tinggi.
"Memangnya pasien pernah dikasih pilihan kalau menebus obat di rumah sakit? Kan di resepnya itu dituliskan merek obat. Harusnya kan tidak boleh, harusnya yang tertulis dalam resep itu konten dari obatnya. Sekarang sudah mulai dokter jadi penjual obat," tutur dia.
Menurut Nawir, jika kondisi ini dibiarkan akan menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat di kalangan pelaku usaha obat-obatan. Dari sisi masyarakat, kerugian tentu tak dapat dielakkan mengingat para pasien tidak dibekali pengetahuan yang memadai untuk memilih jenis obat sesuai kemampuannya.
"Harga obat yang mahal, itu kan salah satu indikasi (tidak sehatnya persaingan usaha sektor kesehatan). Kita akan mulai penyelidikan di sektor itu," kata Ketua Komisioner KPPU, Nawir Messi Jakarta, Selasa (26/3/2013).
Tidak sehatnya persaingan usaha di sektor kesehatan, Nawir menjelaskan, juga terlihat dari tidak diberikannya kebebasan kepada pasien untuk menentukan obat yang akan ditebusnya. Dimana, seringkali dokter mencantumkan merek obat tertentu, di atas kemampuan pasien.
Akibatnya saat menebus obat, pasien tidak memiliki pilihan untuk menggunakan obat generik dengan harga yang lebih terjangkau atau obat bermerek dengan harga yang tentu lebih tinggi.
"Memangnya pasien pernah dikasih pilihan kalau menebus obat di rumah sakit? Kan di resepnya itu dituliskan merek obat. Harusnya kan tidak boleh, harusnya yang tertulis dalam resep itu konten dari obatnya. Sekarang sudah mulai dokter jadi penjual obat," tutur dia.
Menurut Nawir, jika kondisi ini dibiarkan akan menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat di kalangan pelaku usaha obat-obatan. Dari sisi masyarakat, kerugian tentu tak dapat dielakkan mengingat para pasien tidak dibekali pengetahuan yang memadai untuk memilih jenis obat sesuai kemampuannya.
(rna)