BCA optimis kondisi makro ekonomi Indonesia baik
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Jahja Setiadmadja mengatakan, kondisi makro ekonomi pada awal 2013 banyak hal penting terjadi. Mulai dari neraca perdagangan defisit, pengurangan subsidi BBM, kenaikan UMR Jabodetabek, dan nilai tukar Rupiah.
"Pertama neraca perdagangan negatif karena ekspor komoditas baik volume dan nilai turun. Sedangkan impor domestik ekonomi berkembang tetapi masih banyak bertumpu kepada bahan baku impor maka kebutuhan domestik akan bertambah," katanya, di Jakarta, Senin (29/4/2013).
"Defisit neraca perdagangan salah satu penyebabnya subsidi minyak, kita sedang menunggu kebijakan pemerintah karena penting untuk mengurangi subsidi secara bijak dalam hal ini tidak mengganggu masyarakat bawah dan tidak memberi subsidi pada orang yang mampu," imbuhnya.
Dia menyebut hal lain yang menarik adalah kenaikan minimum gaji pekerja di Jabodetabek sampai 40 persen atau Rp2,4 juta per bulan memiliki sisi negatif dan positif.
"Negatifnya kepada pengusaha terutama labour incentive, tapi di lain segi akan ada celah untuk meng-adjust harga kenaikan biaya buruh. Karena ada pertambahan jumlah potensi peningkatan konsumsi domestik karena UMR menjadi besar," ujarnya.
Jahja menambahkan, di sisi lain nilai tukar mata uang Rupiah sempat hampir menyentuh Rp10.000 per dolar AS, dan dia bersyukur akibat Bank Indonesia (BI) mengintervensi, maka nilai tukar bisa turun sampai Rp9.900 per dolar AS.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya optimis bahwa pertumbuhan makro ekonomi Indonesia baik. Namun apabila pemerintah mengabaikan permasalahan yang terjadi maka akan mengurangi kekuatan ekonomi Indonesia ke depannya.
"Ke depan, kami menunggu tindakan pemerintah menjaga neraca perdagangan sehingga menjaga ekonomi kita tetap stabil," pungkasnya.
"Pertama neraca perdagangan negatif karena ekspor komoditas baik volume dan nilai turun. Sedangkan impor domestik ekonomi berkembang tetapi masih banyak bertumpu kepada bahan baku impor maka kebutuhan domestik akan bertambah," katanya, di Jakarta, Senin (29/4/2013).
"Defisit neraca perdagangan salah satu penyebabnya subsidi minyak, kita sedang menunggu kebijakan pemerintah karena penting untuk mengurangi subsidi secara bijak dalam hal ini tidak mengganggu masyarakat bawah dan tidak memberi subsidi pada orang yang mampu," imbuhnya.
Dia menyebut hal lain yang menarik adalah kenaikan minimum gaji pekerja di Jabodetabek sampai 40 persen atau Rp2,4 juta per bulan memiliki sisi negatif dan positif.
"Negatifnya kepada pengusaha terutama labour incentive, tapi di lain segi akan ada celah untuk meng-adjust harga kenaikan biaya buruh. Karena ada pertambahan jumlah potensi peningkatan konsumsi domestik karena UMR menjadi besar," ujarnya.
Jahja menambahkan, di sisi lain nilai tukar mata uang Rupiah sempat hampir menyentuh Rp10.000 per dolar AS, dan dia bersyukur akibat Bank Indonesia (BI) mengintervensi, maka nilai tukar bisa turun sampai Rp9.900 per dolar AS.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya optimis bahwa pertumbuhan makro ekonomi Indonesia baik. Namun apabila pemerintah mengabaikan permasalahan yang terjadi maka akan mengurangi kekuatan ekonomi Indonesia ke depannya.
"Ke depan, kami menunggu tindakan pemerintah menjaga neraca perdagangan sehingga menjaga ekonomi kita tetap stabil," pungkasnya.
(izz)