Pengamat: Pemerintah seharusnya fokus konversi energi
A
A
A
Sindonews.com - Chief Ekonomist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Destry Damayanti mengatakan, pemerintah harus memiliki solusi yang cepat terkait jebolnya kuota bahan bakar minyak (BBM). Karena menyebabkan defisit anggaran pada triwulan pertama tahun ini.
"Kita sekarang butuh solusi yang cepat, karena kita sudah tidak bisa menunggu lagi, sudah kelamaan. Sekarang sudah kelihatan pada triwulan pertama bahwa konsumsi BBM sudah melewati target lagi dan anggaran kita sudah defisit. Padahal sebelumnya kita selalu surplus pada triwulan pertama ini. Artinya kita sudah tidak bisa main-main lagi," ujarnya kepada Sindonews di Gedung Mandiri, Jakarta, Selasa (15/4/2013).
Menurutnya, ide pemerintah menggunakan Ron 90 terlalu memakan waktu dan menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang lebih tepat. Dia justru mempertanyakan, apakah Ron 90 bisa cepat diproduksi, bagaimana menyalurkan kepada masyarakat, karena butuh tangki sendiri, infrastruktur, dan sebagainya.
"itu kan memakan waktu, kita sudah tidak bisa buying time lagi, kebijakan yang efektif dan tidak ada pilih kasih dan semua kena itu adalah menaikkan harga BBM," tuturnya.
Dia mengkhawatirkan ide pemisahan SPBU juga tidak akan berjalan dengan efektif. Karena ditakutkan akan kembali salah sasaran seperti yang sudah dilakukan.
"Apalagi kita sudah melihat, pengguna BBM selama ini kan bukan orang-orang yang tepat guna, jadi sasarannya sudah salah. Ada dual price juga, untuk yang pelat hitam sekian, sedangkan masyarakat yang lain sekian. Ini kan berarti ada dua market untuk satu barang," tukasnya.
Destry mengutarakan, konversi energi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG) seharusnya difokuskan pemerintah dalam jangka menengah ketimbang berbagai alternatif yang coba dilakukan sekarang ini.
"Sementara itu, di short term-nya kita harus menerapkan kebijakan yang mudah diimplementasikan di moneternya juga mudah dan realistis," pungkas dia.
"Kita sekarang butuh solusi yang cepat, karena kita sudah tidak bisa menunggu lagi, sudah kelamaan. Sekarang sudah kelihatan pada triwulan pertama bahwa konsumsi BBM sudah melewati target lagi dan anggaran kita sudah defisit. Padahal sebelumnya kita selalu surplus pada triwulan pertama ini. Artinya kita sudah tidak bisa main-main lagi," ujarnya kepada Sindonews di Gedung Mandiri, Jakarta, Selasa (15/4/2013).
Menurutnya, ide pemerintah menggunakan Ron 90 terlalu memakan waktu dan menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang lebih tepat. Dia justru mempertanyakan, apakah Ron 90 bisa cepat diproduksi, bagaimana menyalurkan kepada masyarakat, karena butuh tangki sendiri, infrastruktur, dan sebagainya.
"itu kan memakan waktu, kita sudah tidak bisa buying time lagi, kebijakan yang efektif dan tidak ada pilih kasih dan semua kena itu adalah menaikkan harga BBM," tuturnya.
Dia mengkhawatirkan ide pemisahan SPBU juga tidak akan berjalan dengan efektif. Karena ditakutkan akan kembali salah sasaran seperti yang sudah dilakukan.
"Apalagi kita sudah melihat, pengguna BBM selama ini kan bukan orang-orang yang tepat guna, jadi sasarannya sudah salah. Ada dual price juga, untuk yang pelat hitam sekian, sedangkan masyarakat yang lain sekian. Ini kan berarti ada dua market untuk satu barang," tukasnya.
Destry mengutarakan, konversi energi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG) seharusnya difokuskan pemerintah dalam jangka menengah ketimbang berbagai alternatif yang coba dilakukan sekarang ini.
"Sementara itu, di short term-nya kita harus menerapkan kebijakan yang mudah diimplementasikan di moneternya juga mudah dan realistis," pungkas dia.
(izz)