Indonesia termotivasi pertumbuhan ekonomi Filipina
A
A
A
Sindonews.com - Meskipun ekonomi negara tetangga, Filipina tumbuh 7,8 persen pada kuartal I-2013, Indonesia tetap akan menjadi tujuan investasi terbesar di Asia Tenggara.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (3/6/2013).
“Investasi saat ini memang ada yang datang ke sana (Filipina), tapi jangan lupa Indonesia memiliki pasar 240 juta jiwa,” jelasnya.
Ia menambahkan, kondisi serupa juga dialami oleh China dan India yang tetap menjadi tujuan investasi karena memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. “Itu menjawab mengapa China dan India selalu tumbuh baik,” paparnya.
Pekerjaan rumah Indonesia saat ini, lanjutnya, adalah mencapai pertumbuhan ekonomi sebaik-baiknya dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi Filipina sebagai motivasi.
Sebelumnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi nasional 2013 dari 6,8 persen menjadi 6,2 persen. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berpotensi meningkatkan inflasi.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (3/6/2013).
“Investasi saat ini memang ada yang datang ke sana (Filipina), tapi jangan lupa Indonesia memiliki pasar 240 juta jiwa,” jelasnya.
Ia menambahkan, kondisi serupa juga dialami oleh China dan India yang tetap menjadi tujuan investasi karena memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. “Itu menjawab mengapa China dan India selalu tumbuh baik,” paparnya.
Pekerjaan rumah Indonesia saat ini, lanjutnya, adalah mencapai pertumbuhan ekonomi sebaik-baiknya dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi Filipina sebagai motivasi.
Sebelumnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi nasional 2013 dari 6,8 persen menjadi 6,2 persen. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berpotensi meningkatkan inflasi.
(gpr)