Hanura: Defisit anggaran kesalahan pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura, Erik Satrya Wardhana menuturkan alasan partainya menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), karena defisit anggaran merupakan kesalahan pengelolaan keuangan pemerintah, bukan akibat subsidi BBM.
"Hanura konsisten menolak kenaikan BBM dan menolak RUU APBNP 2013 karena defisit keuangan negara adalah kelemahan negara, bukan akibat subsdi BBM," ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2013).
Dia menilai kenaikan harga BBM hanya akan meningkatkan jumlah orang miskin Indonesia seperti yang pernah terjadi pada 2005.
"Menurut perhitungan kami kenaikan harga BBM akan meningkatkan inflasi sebesar 7,76 persen walaupun asumsi pemerintah sebesar 7,2 persen. Sedangkan apabila tidak naik, angka inflasi hanya kan berkisar 5,58 persen. Jadi hemat kami itu akan meningkatkan rakyat miskin seperti 2005," terangnya.
Erik menyebut, saat ini Indonesia berada diurutan 10 dari 60 negara yang mayoritas masyarakatnya membelanjakan pendapatan untuk BBM. Dia mengkhawatirkan apabila harga BBM dinaikkan, maka Indonesia akan menjadi nomer satu di dunia dalam hal tersebut.
"Menurut studi kami harga BBM sekarang di Indonesia urutan 44 dari 60 negara, secara nominal relatif murah. Tapi kalau prosentasi harian, Indonesia berada diurutan 10 besar dari 60, artinya pada harga sekarang saja rakyat membelanjakan bagian besar dari pendapatan mereka," jelas dia.
Apalagi, lanjut Erik, kalau nanti BBM dinaikkan, Indonesia bisa saja menjadi nomor satu sebagai negara yang masyarakat mengalokasikan pendapatan harian untuk membeli BBM.
Sementara, terkait pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), dinilainya tidak relevan dan politis, "Upaya BLSM tidak relevan dan berpotensi money politic," pungkas politisi Hanura ini.
"Hanura konsisten menolak kenaikan BBM dan menolak RUU APBNP 2013 karena defisit keuangan negara adalah kelemahan negara, bukan akibat subsdi BBM," ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2013).
Dia menilai kenaikan harga BBM hanya akan meningkatkan jumlah orang miskin Indonesia seperti yang pernah terjadi pada 2005.
"Menurut perhitungan kami kenaikan harga BBM akan meningkatkan inflasi sebesar 7,76 persen walaupun asumsi pemerintah sebesar 7,2 persen. Sedangkan apabila tidak naik, angka inflasi hanya kan berkisar 5,58 persen. Jadi hemat kami itu akan meningkatkan rakyat miskin seperti 2005," terangnya.
Erik menyebut, saat ini Indonesia berada diurutan 10 dari 60 negara yang mayoritas masyarakatnya membelanjakan pendapatan untuk BBM. Dia mengkhawatirkan apabila harga BBM dinaikkan, maka Indonesia akan menjadi nomer satu di dunia dalam hal tersebut.
"Menurut studi kami harga BBM sekarang di Indonesia urutan 44 dari 60 negara, secara nominal relatif murah. Tapi kalau prosentasi harian, Indonesia berada diurutan 10 besar dari 60, artinya pada harga sekarang saja rakyat membelanjakan bagian besar dari pendapatan mereka," jelas dia.
Apalagi, lanjut Erik, kalau nanti BBM dinaikkan, Indonesia bisa saja menjadi nomor satu sebagai negara yang masyarakat mengalokasikan pendapatan harian untuk membeli BBM.
Sementara, terkait pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), dinilainya tidak relevan dan politis, "Upaya BLSM tidak relevan dan berpotensi money politic," pungkas politisi Hanura ini.
(izz)