BBM naik, perusahaan dan buruh harus berunding
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyetujui kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab perusahaan dan serikat pekerja juga tidak bisa menolak rencana kenaikan harga BBM tersebut.
Ketua Apindo Depok, Inu Kertapati meminta agar buruh ataupun serikat pekerja tidak perlu berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Namun, buruh harus bersama-sama menyampaikan surat kepada pemerintah untuk menyampaikan tuntutannya.
"Secara institusi kami menyetujui, saya pribadi pun setuju, karena kita tak bisa menolak, buat apa juga demo capek enggak ada gunanya ribut-ribut. Jangan demo, bikin surat saja ke pemerintah, itu saja terus menerus dilakukan," tukasnya kepada wartawan, Jumat (21/6/2013).
Apalagi, kata Inu, ada peraturan yang disusun dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yakni perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh dengan perusahaan.
Salah satunya yakni perusahaan didorong untuk merundingkan dengan buruh terkait kenaikan transport akibat dampak kenaikan harga BBM.
"Misalnya, kalau buruh transport yang naik 20-30 persen, atau uang makan, misalnya sebulan Rp100 ribu, tinggal perusahaan berunding mencoba cover itu, PKB-nya kan ada. PKB ditinjau ulang jika ada perubahan ekonomi itu bisa dilakukan," paparnya.
Inu menambahkan, dampak kenaikan harga BBM tentu akan berdampak pada kenaikan biaya produksi. Saat ini, lanjutnya, bagaimana perusahaan dapat bertahan dan tetap meningkatkan keuntungan dari penjualan produksinya.
"Biaya produksi pasti naik, total produksi komponen misalnya naik 10-20 persen, BBM naik harganya 44 persen, bahan baku juga pasti naik, mungkin yang tadinya keuntungan 10 persen, jadi berkurang 4 persen. Jika masih untung pasti perusahaan akan tetap berdiri jalan terus," pungkas Inu.
Ketua Apindo Depok, Inu Kertapati meminta agar buruh ataupun serikat pekerja tidak perlu berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Namun, buruh harus bersama-sama menyampaikan surat kepada pemerintah untuk menyampaikan tuntutannya.
"Secara institusi kami menyetujui, saya pribadi pun setuju, karena kita tak bisa menolak, buat apa juga demo capek enggak ada gunanya ribut-ribut. Jangan demo, bikin surat saja ke pemerintah, itu saja terus menerus dilakukan," tukasnya kepada wartawan, Jumat (21/6/2013).
Apalagi, kata Inu, ada peraturan yang disusun dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yakni perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh dengan perusahaan.
Salah satunya yakni perusahaan didorong untuk merundingkan dengan buruh terkait kenaikan transport akibat dampak kenaikan harga BBM.
"Misalnya, kalau buruh transport yang naik 20-30 persen, atau uang makan, misalnya sebulan Rp100 ribu, tinggal perusahaan berunding mencoba cover itu, PKB-nya kan ada. PKB ditinjau ulang jika ada perubahan ekonomi itu bisa dilakukan," paparnya.
Inu menambahkan, dampak kenaikan harga BBM tentu akan berdampak pada kenaikan biaya produksi. Saat ini, lanjutnya, bagaimana perusahaan dapat bertahan dan tetap meningkatkan keuntungan dari penjualan produksinya.
"Biaya produksi pasti naik, total produksi komponen misalnya naik 10-20 persen, BBM naik harganya 44 persen, bahan baku juga pasti naik, mungkin yang tadinya keuntungan 10 persen, jadi berkurang 4 persen. Jika masih untung pasti perusahaan akan tetap berdiri jalan terus," pungkas Inu.
(izz)