Pabrik smelter alumina segera dibangun di Kalbar
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong program hilirisasi di industri berbasis mineral agar segera diimplementasikan.
Hal ini sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba) terkait kewajiban pengusaha untuk melakukan program peningkatan nilai tambah produk minerba dengan membangun pabrik pengolahan atau smelter di dalam negeri paling lambat tahun 2014.
Sekjen Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan, CEO Harita Group melaporkan kepada Menperin bahwa joint venture antara Harita Group dengan perusahaan Hongqiao asal China yang bergerak di usaha pengolahan dan pemurnian bauksit sudah siap untuk memulai pembangunan tahap pertama pabrik smelter alumina di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Dalam pertemuan itu, mereka juga mengundang Bapak Menteri (Menperin) untuk meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik smelter tersebut pada pertengahan Juli 2013,” ungkap Ansari dalam siaran persnya, Minggu (7/7/2013).
Ansari juga menyampaikan, Menperin menekankan agar pabrik smelter alumina yang merupakan perusahaan joint venture antara Harita Group (30 persen kepemilikan saham) dengan perusahaan asal China Hongqiao (70 persen kepemilikan saham) ini dapat memenuhi kebutuhan alumina dalam negeri sebanyak 500 ribu ton per tahun.
“Kalau pabrik smelter ini sudah jalan merupakan pabrik pertama di dalam negeri yang memproses bauksit menjadi alumina. Selama ini mereka ekspor bauksit ke China. Hal ini sejalan dengan adanya Undang-Undang No. 4 tahun 2009 yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian minerba harus dilakukan di dalam negeri, mereka mendukung aturan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, kata Ansari, pihak Harita Group juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas tax holiday dan dukungan ketenagakerjaan. “Pengajuan tersebut kami akan pelajari sesuai aturan yang berlaku dan pada prinsipnya kami akan terus dukung program hilirisasi minerba agar bisa segera dilaksanakan,” ungkapnya.
Diharapkan, melalui pembangunan smelter alumina dapat mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat struktur industri alumunium yang terintegrasi antara industri hulu dan hilir.
Hal ini sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba) terkait kewajiban pengusaha untuk melakukan program peningkatan nilai tambah produk minerba dengan membangun pabrik pengolahan atau smelter di dalam negeri paling lambat tahun 2014.
Sekjen Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan, CEO Harita Group melaporkan kepada Menperin bahwa joint venture antara Harita Group dengan perusahaan Hongqiao asal China yang bergerak di usaha pengolahan dan pemurnian bauksit sudah siap untuk memulai pembangunan tahap pertama pabrik smelter alumina di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Dalam pertemuan itu, mereka juga mengundang Bapak Menteri (Menperin) untuk meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik smelter tersebut pada pertengahan Juli 2013,” ungkap Ansari dalam siaran persnya, Minggu (7/7/2013).
Ansari juga menyampaikan, Menperin menekankan agar pabrik smelter alumina yang merupakan perusahaan joint venture antara Harita Group (30 persen kepemilikan saham) dengan perusahaan asal China Hongqiao (70 persen kepemilikan saham) ini dapat memenuhi kebutuhan alumina dalam negeri sebanyak 500 ribu ton per tahun.
“Kalau pabrik smelter ini sudah jalan merupakan pabrik pertama di dalam negeri yang memproses bauksit menjadi alumina. Selama ini mereka ekspor bauksit ke China. Hal ini sejalan dengan adanya Undang-Undang No. 4 tahun 2009 yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian minerba harus dilakukan di dalam negeri, mereka mendukung aturan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, kata Ansari, pihak Harita Group juga mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas tax holiday dan dukungan ketenagakerjaan. “Pengajuan tersebut kami akan pelajari sesuai aturan yang berlaku dan pada prinsipnya kami akan terus dukung program hilirisasi minerba agar bisa segera dilaksanakan,” ungkapnya.
Diharapkan, melalui pembangunan smelter alumina dapat mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat struktur industri alumunium yang terintegrasi antara industri hulu dan hilir.
(gpr)