Kadin minta kebijakan pangan nasional tak spekulatif
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) dan Menteri Pertanian (Mentan) untuk kebutuhan pangan nasional adalah kebijakan spekulatif. Hal ini dikarenakan harga pangan tetap tinggi dan kebutuhan pangan nasional tidak seimbang antara suplai dan demand.
"Suplai kecil, demand-nya banyak sehingga rentan dengan spekulatif," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Senin (15/7/2013).
Menurutnya, persoalan paling mendasar seperti persoalan produksi-distribusi-perdagangan masih tidak bisa ditangani dan diatur dengan baik oleh kedua otoritas perdagangan dan pertanian tersebut.
"Sudah tau persoalan mendasar itu yang sering menimbulkan persoalan dari tahun ke tahun seperti gula, daging sapi, ayam, bawang putih, kedelai, cabai, produk holtikultura. Tapi masih saja mengeluarkan kebijakan spekulatif, buktinya harga tetap tinggi dan pangannya langka," ujarnya.
Dia menyayangkan, kedua menteri tersebut masih tidak memahami politik pangan suatu negara yang sangat penting. Sementara, manajemen logistik pangan negara ini tidak berpihak kepada rakyat.
Hal tersebt membuat kebijakan pangan nasional masih saja carut marut. "Wajar kalau pemimpin negara ini murka terhadap mereka atas kekacauan ini," katanya.
Natsir mengatakan, Komisi VI dan Komisi IV DPR mempunyai peran sangat strategis dalam kebijakan pangan. Namun peran strategis itu mandul karena kontrol DPR terhadap suplai dan demand pangan kepada rakyat kurang. Dia juga menyayangkan hak DPR berupa hak bugjet tidak digunakan.
"Harusnya DPR memberikan sanksi kepada kedua Kementrian untuk mengurangi anggarannya. Karena tidak bisa mengendalikan produksi-distribusi-perdagangan pangan nasional, sehingga berdampak kepada rakyat dengan kurangnya pasokan, kelangkaan dan harga tinggi," kata Natsir.
Kedepan, lanjut dia, kebijakan pangan nasional ini sebaiknya diserahkan ke Pemda sebagai pihak yang lebih tahu plus-minus kebutuhan pangan. Karena penanganan pangan sudah terlalu sentralistik oleh kedua Kementerian ini, sehingga komplain rakyat terhadap pangan berdampak kepada pemimpin tertinggi di negara ini.
"Suplai kecil, demand-nya banyak sehingga rentan dengan spekulatif," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Senin (15/7/2013).
Menurutnya, persoalan paling mendasar seperti persoalan produksi-distribusi-perdagangan masih tidak bisa ditangani dan diatur dengan baik oleh kedua otoritas perdagangan dan pertanian tersebut.
"Sudah tau persoalan mendasar itu yang sering menimbulkan persoalan dari tahun ke tahun seperti gula, daging sapi, ayam, bawang putih, kedelai, cabai, produk holtikultura. Tapi masih saja mengeluarkan kebijakan spekulatif, buktinya harga tetap tinggi dan pangannya langka," ujarnya.
Dia menyayangkan, kedua menteri tersebut masih tidak memahami politik pangan suatu negara yang sangat penting. Sementara, manajemen logistik pangan negara ini tidak berpihak kepada rakyat.
Hal tersebt membuat kebijakan pangan nasional masih saja carut marut. "Wajar kalau pemimpin negara ini murka terhadap mereka atas kekacauan ini," katanya.
Natsir mengatakan, Komisi VI dan Komisi IV DPR mempunyai peran sangat strategis dalam kebijakan pangan. Namun peran strategis itu mandul karena kontrol DPR terhadap suplai dan demand pangan kepada rakyat kurang. Dia juga menyayangkan hak DPR berupa hak bugjet tidak digunakan.
"Harusnya DPR memberikan sanksi kepada kedua Kementrian untuk mengurangi anggarannya. Karena tidak bisa mengendalikan produksi-distribusi-perdagangan pangan nasional, sehingga berdampak kepada rakyat dengan kurangnya pasokan, kelangkaan dan harga tinggi," kata Natsir.
Kedepan, lanjut dia, kebijakan pangan nasional ini sebaiknya diserahkan ke Pemda sebagai pihak yang lebih tahu plus-minus kebutuhan pangan. Karena penanganan pangan sudah terlalu sentralistik oleh kedua Kementerian ini, sehingga komplain rakyat terhadap pangan berdampak kepada pemimpin tertinggi di negara ini.
(izz)