Kenaikan BI Rate diharapkan mampu menekan inflasi
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan suku bunga (BI Rate) sebesar 50 basis poin menjadi 6.5 persen diharapkan mampu menekan laju inflasi, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6 persen pada 2013.
Seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Senin (15/7/2013), Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan, tekanan eksternal terhadap fundamental ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan peningkatkan yang luar biasa.
Khusunya, kata dia, ketika the Fed (Bank Sentral AS) berencana melakukan pengurangan stimulus moneter lebih cepat dari prakiraan semula. Rencana ini menimbulkan kekhawatiran berkurangnya likuiditas global. Sehingga berdampak meningkatnya arus keluar modal (capital outflow) di Indonesia, menurunnya IHSG dan tertekannya nilai tukar rupiah.
Menurutnya, untuk menjaga nilai tukar rupiah dalam rentan yang aman, BI telah melakukan operasi pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah dalam rentan yang aman. Operasi pasar ini telah menurunkan cadangan devisa dan menjadi USD98,1 miliar.
"Meskipun nilai cadangan devisa dirasa masih aman untuk membiayai 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, namun tren pelemahan nilai tukar rupiah perlu segera dicarikan solusinya. Karena itu, dinaikkannya BI Rate menjadi 6,5 persen merupakan salah satu upaya mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah," terangnya.
Tingginya ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta siklus musiman peningkatan konsumsi menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru, menurut Firmanzah, telah dilakukan penanganan terpadu untuk menghindari efek yang lebih dalam.
"Saat ini, keterpaduan kebijakan baik fiskal dan moneter terus dilakukan untuk menghadapi tantangan ekonomi domestik," papar Firmanzh.
Seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Senin (15/7/2013), Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan, tekanan eksternal terhadap fundamental ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan peningkatkan yang luar biasa.
Khusunya, kata dia, ketika the Fed (Bank Sentral AS) berencana melakukan pengurangan stimulus moneter lebih cepat dari prakiraan semula. Rencana ini menimbulkan kekhawatiran berkurangnya likuiditas global. Sehingga berdampak meningkatnya arus keluar modal (capital outflow) di Indonesia, menurunnya IHSG dan tertekannya nilai tukar rupiah.
Menurutnya, untuk menjaga nilai tukar rupiah dalam rentan yang aman, BI telah melakukan operasi pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah dalam rentan yang aman. Operasi pasar ini telah menurunkan cadangan devisa dan menjadi USD98,1 miliar.
"Meskipun nilai cadangan devisa dirasa masih aman untuk membiayai 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, namun tren pelemahan nilai tukar rupiah perlu segera dicarikan solusinya. Karena itu, dinaikkannya BI Rate menjadi 6,5 persen merupakan salah satu upaya mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah," terangnya.
Tingginya ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta siklus musiman peningkatan konsumsi menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru, menurut Firmanzah, telah dilakukan penanganan terpadu untuk menghindari efek yang lebih dalam.
"Saat ini, keterpaduan kebijakan baik fiskal dan moneter terus dilakukan untuk menghadapi tantangan ekonomi domestik," papar Firmanzh.
(izz)