Perajin sarung tenun kebanjiran order
A
A
A
Sindonews.com - Ramadan dan Lebaran menjadi bulan berkah bagi para perajin sarung tenun tradisional di berbagai daerah Indonesia. Tak terkecuali, perajin asal ‘Kota Santri’ Jombang, Jawa Timur.
Memasuki pertengahan Ramadan, mereka sudah kebanjiran order. Pesanan naik hingga tiga sampai empat kali lipat. Namun, karena sulitnya tenaga kerja, tak semua pesanan dapat terpenuhi.
“Di era seperti sekarang, mencari karyawan yang mau bekerja sebagai penenun tradisional sangat sulit,” kata Sugeng Riyadi, perajin sarung tenun asal Desa Plumbon Gambang, Kecamatan Gudo.
Sugeng mengaku sudah hampir 10 tahun menggeluti usaha sarung tradisional tersebut. Sampai sekarang, pasar sarung tenun tradisional masih terbuka lebar. Bahkan, perajin sering kewalahan melayani pesanan, terutama di momen Ramadan seperti sekarang.
“Penyebabnya bukan karena kesulitan modal, tapi jumlah orang yang mau bekerja menjadi penenun tradisional semakin langka,” ujarnya.
Sugeng mengungkapkan, selama ini dirinya hanya dapat memproduksi rata-rata 300 lembar sarung per bulan. Namun, dengan jumlah karyawan sebanyak sembilan orang, kapasitas produksi hanya dapat ditingkatkan sekitar 400 lembar sarung.
“Berbeda dengan sarung biasa, sarung tenun tradisional peminatnya masih tinggi. Karena sarung ini memiliki keunggulan, di antaranya lebih lembut dan awet,” katanya.
Untuk mengatasi sulitnya mencari tenaga kerja, Sugeng sudah berkali-kali melatih warga untuk direkrut menjadi karyawannya. Namun, rata-rata mereka tak bisa bertahan lama.
Sugeng belum bisa mengekspor sarung produksinya ke luar negeri karena untuk pasar lokal saja belum terpenuhi. Dia berharap, pemerintah turun tangan membantu perajin melestarikan sarung tenun tradisional karena pasar di dalam dan diluar negeri masih sangat luas.
Memasuki pertengahan Ramadan, mereka sudah kebanjiran order. Pesanan naik hingga tiga sampai empat kali lipat. Namun, karena sulitnya tenaga kerja, tak semua pesanan dapat terpenuhi.
“Di era seperti sekarang, mencari karyawan yang mau bekerja sebagai penenun tradisional sangat sulit,” kata Sugeng Riyadi, perajin sarung tenun asal Desa Plumbon Gambang, Kecamatan Gudo.
Sugeng mengaku sudah hampir 10 tahun menggeluti usaha sarung tradisional tersebut. Sampai sekarang, pasar sarung tenun tradisional masih terbuka lebar. Bahkan, perajin sering kewalahan melayani pesanan, terutama di momen Ramadan seperti sekarang.
“Penyebabnya bukan karena kesulitan modal, tapi jumlah orang yang mau bekerja menjadi penenun tradisional semakin langka,” ujarnya.
Sugeng mengungkapkan, selama ini dirinya hanya dapat memproduksi rata-rata 300 lembar sarung per bulan. Namun, dengan jumlah karyawan sebanyak sembilan orang, kapasitas produksi hanya dapat ditingkatkan sekitar 400 lembar sarung.
“Berbeda dengan sarung biasa, sarung tenun tradisional peminatnya masih tinggi. Karena sarung ini memiliki keunggulan, di antaranya lebih lembut dan awet,” katanya.
Untuk mengatasi sulitnya mencari tenaga kerja, Sugeng sudah berkali-kali melatih warga untuk direkrut menjadi karyawannya. Namun, rata-rata mereka tak bisa bertahan lama.
Sugeng belum bisa mengekspor sarung produksinya ke luar negeri karena untuk pasar lokal saja belum terpenuhi. Dia berharap, pemerintah turun tangan membantu perajin melestarikan sarung tenun tradisional karena pasar di dalam dan diluar negeri masih sangat luas.
(dmd)