Pemerintah diminta ambil langkah produktif
A
A
A
Sindonews.com - Walaupun terasa gonjang-ganjing, namun depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diyakini tidak akan menciptakan krisis seperti tahun 1998.
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, krisis tahun 1998 jauh lebih besar dan masif. Pasalnya, selain ambruknya perekonomian, sistem politik Indonesia juga masih tertutup dan cenderung represif, sehingga pasar tidak mendapatkan transparansi ekonomi.
"Pemicunya orang selalu berpikir bahwa kita akan seperti tahun 1998 karena nilai tukar terdepresiasi. Padahal kita sudah masuk pada demokratisasi, sehingga sekarang ada stabilitas politik," ujar Enny ketika dihubungi Sindonews, Kamis (22/8/2013) malam.
Walaupun potensi krisis tergolong kecil, Enny tetap mengingatkan agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang tepat atau depresiasi nilai tukar rupiah akan terus berlanjut dan akan menimbulkan krisis sebenarnya.
"Kalau pemerintah tetap santai-santai saja kita bisa menghadapi krisis nilai tukar di tahun 2014 mendatang," lanjut Enny.
Padahal, menurut Enny, ukuran ekonomi Indonesia sangat besar dan memiliki potensi luar biasa untuk menghadapi gejolak pasar keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah produktif untuk mengembalikan stabilitas perekonomian.
"Hal ini wajar terjadi ketika permintaan (impor) lebih besar. Selama neraca pembayaran defisit, kita akan terus tertekan karena sejak 2012 setiap bulan kurs kita anjlok Rp100. Karena itu, pemerintah harus mengambil langkah produktif," tandas Enny.
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, krisis tahun 1998 jauh lebih besar dan masif. Pasalnya, selain ambruknya perekonomian, sistem politik Indonesia juga masih tertutup dan cenderung represif, sehingga pasar tidak mendapatkan transparansi ekonomi.
"Pemicunya orang selalu berpikir bahwa kita akan seperti tahun 1998 karena nilai tukar terdepresiasi. Padahal kita sudah masuk pada demokratisasi, sehingga sekarang ada stabilitas politik," ujar Enny ketika dihubungi Sindonews, Kamis (22/8/2013) malam.
Walaupun potensi krisis tergolong kecil, Enny tetap mengingatkan agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang tepat atau depresiasi nilai tukar rupiah akan terus berlanjut dan akan menimbulkan krisis sebenarnya.
"Kalau pemerintah tetap santai-santai saja kita bisa menghadapi krisis nilai tukar di tahun 2014 mendatang," lanjut Enny.
Padahal, menurut Enny, ukuran ekonomi Indonesia sangat besar dan memiliki potensi luar biasa untuk menghadapi gejolak pasar keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah produktif untuk mengembalikan stabilitas perekonomian.
"Hal ini wajar terjadi ketika permintaan (impor) lebih besar. Selama neraca pembayaran defisit, kita akan terus tertekan karena sejak 2012 setiap bulan kurs kita anjlok Rp100. Karena itu, pemerintah harus mengambil langkah produktif," tandas Enny.
(rna)