Indef: Imported inflation karena ulah spekulan pasar
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebut, kenaikan harga komoditas terutama hortikultura akibat melemahnya mata uang rupiah tidak berpengaruh banyak terhadap imported inflation atau inflasi akibat harga komoditas impor.
Dia mengatakan, ada efek psikologis pasar yang membuat kenaikan harga satu komoditas seolah-olah menular, sehingga mengakibatkan harga-harga komoditas lainnya menjadi naik.
"Jangan hanya pikir kenaikan harga kedelai dan bawang merah, kenapa merembet ke semua bahan makanan, itu yang disebut efek psikologis. Jadi (kenaikan harga komoditas) bukan karena rupiah melemah," ujar Enny, Rabu (4/9/2013) malam.
Efek psikologis pasar yang memburuk ini, menurut Enny, karena tata niaga pasar yang buruk sehingga menimbulkan aksi-aksi tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh para spekulan pasar.
"Seperti kasus bawang merah, sebenarnya bukan harganya yang menjadi masalah tapi orang yang memanfaatkan hal itu," ujarnya.
Dia berpendapat, harga kedelai dengan melemahnya rupiah tidak akan berdampak terlalu buruk secara pasar dan daya beli.
"Andaikan tadinya nilai tukar Rp10 ribu per dolar, kalau sekilo kedelai katakanlah USD1/kilogram. Kemarin sekilo Rp10 ribu, sekarang rupiah melemah bisa jadi Rp12 ribu, naik Rp2.000. Kalau tata niaga nggak rusak, saya rasa kenaikan sekitar 20 persen tidak menjadi masalah," pungkasnya.
Terkait hal ini, dia mengembalikan kepada pemerintah mengenai kebijakan tata niaga pasar yang tidak menimbulkan spekulan karena berdampak pada inflasi.
"Bukan hanya Kementerian Perdagangan saja yang bertanggung jawab, tetapi Kementerian-Kementerian teknis lainnya," tutup Enny.
Dia mengatakan, ada efek psikologis pasar yang membuat kenaikan harga satu komoditas seolah-olah menular, sehingga mengakibatkan harga-harga komoditas lainnya menjadi naik.
"Jangan hanya pikir kenaikan harga kedelai dan bawang merah, kenapa merembet ke semua bahan makanan, itu yang disebut efek psikologis. Jadi (kenaikan harga komoditas) bukan karena rupiah melemah," ujar Enny, Rabu (4/9/2013) malam.
Efek psikologis pasar yang memburuk ini, menurut Enny, karena tata niaga pasar yang buruk sehingga menimbulkan aksi-aksi tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh para spekulan pasar.
"Seperti kasus bawang merah, sebenarnya bukan harganya yang menjadi masalah tapi orang yang memanfaatkan hal itu," ujarnya.
Dia berpendapat, harga kedelai dengan melemahnya rupiah tidak akan berdampak terlalu buruk secara pasar dan daya beli.
"Andaikan tadinya nilai tukar Rp10 ribu per dolar, kalau sekilo kedelai katakanlah USD1/kilogram. Kemarin sekilo Rp10 ribu, sekarang rupiah melemah bisa jadi Rp12 ribu, naik Rp2.000. Kalau tata niaga nggak rusak, saya rasa kenaikan sekitar 20 persen tidak menjadi masalah," pungkasnya.
Terkait hal ini, dia mengembalikan kepada pemerintah mengenai kebijakan tata niaga pasar yang tidak menimbulkan spekulan karena berdampak pada inflasi.
"Bukan hanya Kementerian Perdagangan saja yang bertanggung jawab, tetapi Kementerian-Kementerian teknis lainnya," tutup Enny.
(rna)