Pertumbuhan ekonomi RI diyakini capai 5,9%
A
A
A
Sindonews.com - Staf Khusus Presiden Indonesia bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan, meski ekonomi dunia 2013 diperkirakan hanya akan tumbuh 3,1 persen dibanding 2012, ekonomi Indonesia diyakini akan tumbuh pada kisaran 5,8-5,9 persen tahun ini.
Menurutnya, hal tersebut karena pemerintah konsisten melaksanakan reformasi struktural di bidang ekonomi. "Kunci kemampuan Indonesia untuk terus meningkatkan fundamental ekonomi dan meningkatkan daya tahan terhadap guncangan ekonomi global adalah reformasi struktural yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir," ujar dia seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Senin (9/9/2013).
Menurutnya, seiring tren global, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan Indonesia. Perlambatan permintaan ekspor komoditas Indonesia dan kebijakan tight-money policies sebagai antisipasi gejolak pasar keuangan global akan mengurangi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, dia optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada dalam kisaran 5,8-5,9 persen dan tercatat sebagai pertumbuhan tinggi di antara anggota G-20. Firmanzah menuturkan, ada empat reformasi struktural yang telah dan sedang dilakukan Indonesia, sehingga bertahan di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Pertama, pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia menjalankan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang mengedepankan macroprudential. "Defisit APBN terhadap PDB di jaga dalam rentan aman, di bawah 3 persen. Proporsi hutang/PDB juga terus diturunkan dari 56,6 persen pada 2004 menjadi 28,4 persen pada 2009. Saat ini dapat terus ditekan kisaran 24 persen," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pemberian stimulus fiskal selama krisis ekonomi dunia 2008 juga sangat terukur dan sesuai kemampuan negara. Sementara kebijakan moneter terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan cadangan devisa, penetapan tingkat suku bunga acuan, dan intervensi terukur dalam pengelolaan nilai tukar mata uang rupiah.
Kedua, diimplementasikan strategi keep-buying policies sejak 2004. Strategi ini memperkuat struktur pasar domestik. "Pelaku dunia usaha di Indonesia menikmati excess-demand sangat besar. Ini mempercepat pemulihan kinerja usaha baik BUMN, swasta, koperasi dan UMKM," katanya.
Ketiga, dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur. Dia menyebutkan, melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada 2011 menandai orientasi Indonesia untuk lebih menyeimbangkan sisi produksi.
"Percepatan pembangunan infrastruktur energi, transportasi, fasilitas produksi, serta sarana dan prasarana lainnya telah menjadikan Indonesia sebagai negara berorientasi investasi," ujar Firmanzah.
Keempat, upaya terus melakukan perbaikan dari sisi doing-business di Indonesia. Upaya ini dilakukan melalui penataan sistem dan budaya kerja baik di tingkat pusat maupun daerah untuk terus mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Tentunya melalui serangkaian program nasional dari reformasi birokrasi, konsistensi dalam pemberantasan korupsi, perbaikan dan penyederhanaan regulasi-prosedur investasi, program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sampai otomatisasi pelayanan publik.
"Keempat reformasi struktural yang secara konsisten kita lakukan selama ini, meskipun belum sepenuhnya tuntas, namun telah membuahkan hasil positif," tutur Guru Besar FE UI ini.
Menurutnya, hal tersebut karena pemerintah konsisten melaksanakan reformasi struktural di bidang ekonomi. "Kunci kemampuan Indonesia untuk terus meningkatkan fundamental ekonomi dan meningkatkan daya tahan terhadap guncangan ekonomi global adalah reformasi struktural yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir," ujar dia seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Senin (9/9/2013).
Menurutnya, seiring tren global, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan Indonesia. Perlambatan permintaan ekspor komoditas Indonesia dan kebijakan tight-money policies sebagai antisipasi gejolak pasar keuangan global akan mengurangi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, dia optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada dalam kisaran 5,8-5,9 persen dan tercatat sebagai pertumbuhan tinggi di antara anggota G-20. Firmanzah menuturkan, ada empat reformasi struktural yang telah dan sedang dilakukan Indonesia, sehingga bertahan di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Pertama, pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia menjalankan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang mengedepankan macroprudential. "Defisit APBN terhadap PDB di jaga dalam rentan aman, di bawah 3 persen. Proporsi hutang/PDB juga terus diturunkan dari 56,6 persen pada 2004 menjadi 28,4 persen pada 2009. Saat ini dapat terus ditekan kisaran 24 persen," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pemberian stimulus fiskal selama krisis ekonomi dunia 2008 juga sangat terukur dan sesuai kemampuan negara. Sementara kebijakan moneter terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan cadangan devisa, penetapan tingkat suku bunga acuan, dan intervensi terukur dalam pengelolaan nilai tukar mata uang rupiah.
Kedua, diimplementasikan strategi keep-buying policies sejak 2004. Strategi ini memperkuat struktur pasar domestik. "Pelaku dunia usaha di Indonesia menikmati excess-demand sangat besar. Ini mempercepat pemulihan kinerja usaha baik BUMN, swasta, koperasi dan UMKM," katanya.
Ketiga, dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur. Dia menyebutkan, melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada 2011 menandai orientasi Indonesia untuk lebih menyeimbangkan sisi produksi.
"Percepatan pembangunan infrastruktur energi, transportasi, fasilitas produksi, serta sarana dan prasarana lainnya telah menjadikan Indonesia sebagai negara berorientasi investasi," ujar Firmanzah.
Keempat, upaya terus melakukan perbaikan dari sisi doing-business di Indonesia. Upaya ini dilakukan melalui penataan sistem dan budaya kerja baik di tingkat pusat maupun daerah untuk terus mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Tentunya melalui serangkaian program nasional dari reformasi birokrasi, konsistensi dalam pemberantasan korupsi, perbaikan dan penyederhanaan regulasi-prosedur investasi, program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sampai otomatisasi pelayanan publik.
"Keempat reformasi struktural yang secara konsisten kita lakukan selama ini, meskipun belum sepenuhnya tuntas, namun telah membuahkan hasil positif," tutur Guru Besar FE UI ini.
(izz)