Perindo: Krisis kedelai jangan dianggap remeh

Sabtu, 14 September 2013 - 10:29 WIB
Perindo: Krisis kedelai...
Perindo: Krisis kedelai jangan dianggap remeh
A A A
Sindonews.com - Krisis kedelai telah menjadi problem nasional yang berimbas langsung terhadap masyarakat. Tidak hanya konsumen, nasib sekitar 1,5 juta pekerja tahu dan tempe yang memproduksi makanan tersebut juga terkena imbasnya.

Demonstrasi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) produsen tahu dan tempe beberapa waktu lalu, adalah cara terakhir kelompok usaha kecil ini mempertahankan kelangsungan ekonomi dan kehidupan mereka.

"Perindo mendesak pemerintah agar menyikapi secara serius tuntutan para pelaku UKM ini serta menjamin nasib jutaan pelaku usaha dan keluarga yang mereka hidupi. Sampai saat ini tak pernah ada respon pemerintah atas masalah hilangnya kesempatan kerja para produsen tahu dan tempe, kendati penghentian produksi dan pemberhentian tenaga kerja telah terjadi di berbagai daerah," ujar Wakil Sekjen Bidang Ekonomi dan UKM Ormas Persatuan Indonesia (Perindo), Hendrik Kawilarang Luntungan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/9/2013).

Menurutnya, langkah Kementerian Perdagangan melalui penetapan harga khusus kedelai sebesar Rp 8.490 per kilogram masih terlalu tinggi dan tidak terjangkau oleh industri berbasis kedelai, yang rata-rata berasal dari industri rumahan.

"Penetapan tanpa tindakan pengawasan yang serius ini, justru membuka peluang importir mengambil untung dengan menjual stok kedelai sebelum depresiasi rupiah dengan harga baru sesuai ketetapan pemerintah. Ironis para importir kedelai diduga justru mengambil keuntungan dari krisis kedelai," kata Hendrik.

Bagi Perindo, krisis demi krisis yang dialami belakangan ini, sesungguhnya menunjukkan bahwa pemerintahan SBY tidak melakukan langkah-langkah mendasar untuk memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia.

"Krisis ekonomi 1998 nampaknya tidak cukup menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk membenahi sendi-sendi perekonomian bangsa yang tahan terhadap goncangan eksternal. Impor bahan baku yang mencapai hampir 80 persen adalah fakta telanjang bahwa selama 10 tahun berkuasa, pemerintahan SBY tidak membangun industri bahan baku di dalam negeri yang bisa mengurangi ketergantungan dari luar negeri. Padahal, inilah salah satu syarat kemandirian ekonomi nasional," jelas Hendrik.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6328 seconds (0.1#10.140)