Ekonom: Kenaikan BI Rate tidak akan seburuk 2008
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Ekonomi Asia Pacific dari Economic dan Analisis Pasar Citi Research, Helmi Arman mengatakan, potensi kelebihan beban atas pengetatan moneter seperti menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) tidak akan terlalu tinggi.
"Pertumbuhan ekonomi memang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan, tapi kami semakin percaya bahwa laju perlambatan dan kontraksi impor menyusul depresiasi rupiah tidak akan seperti yang terjadi pada tahun 2008," ujar Helmi dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Sabtu (14/9/2013).
Menurutnya, inflasi utama mungkin meningkat tetapi dampak terhadap harga bahan bangunan mungkin lebih rendah dibanding 2008, lantaran harga komoditas global yang terkendali.
Di sisi lain, lanjut dia, faktor spesifik mikro yang dapat mengurangi dampak depresiasi rupiah untuk industri impor yang tinggi, seperti profit margin antara perusahaan konstruksi besar telah lebih besar dibanding 2008.
Saat ini, kata Helmi, pengenalan lini produk kendaraan murah buatan Jepang (di bawah program mobil murah pemerintah) juga dapat meredam pukulan terhadap penjualan mobil.
"Dalam konteks memulihkan ketidakseimbangan eksternal, kami pikir ini mendukung pengetatan kebijakan menggunakan beberapa instrumen termasuk kenaikan suku bunga secara bertahap, seperti yang terjadi baru-baru ini," jelasnya.
Helmi menyimpulkan, bila terlalu mengandalkan penyesuaian nilai tukar, justru berpotensi dapat menunda pemulihan pertumbuhan masa depan yang berpotensi menempatkan lebih banyak tekanan pada neraca perusahaan.
"Pertumbuhan ekonomi memang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan, tapi kami semakin percaya bahwa laju perlambatan dan kontraksi impor menyusul depresiasi rupiah tidak akan seperti yang terjadi pada tahun 2008," ujar Helmi dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Sabtu (14/9/2013).
Menurutnya, inflasi utama mungkin meningkat tetapi dampak terhadap harga bahan bangunan mungkin lebih rendah dibanding 2008, lantaran harga komoditas global yang terkendali.
Di sisi lain, lanjut dia, faktor spesifik mikro yang dapat mengurangi dampak depresiasi rupiah untuk industri impor yang tinggi, seperti profit margin antara perusahaan konstruksi besar telah lebih besar dibanding 2008.
Saat ini, kata Helmi, pengenalan lini produk kendaraan murah buatan Jepang (di bawah program mobil murah pemerintah) juga dapat meredam pukulan terhadap penjualan mobil.
"Dalam konteks memulihkan ketidakseimbangan eksternal, kami pikir ini mendukung pengetatan kebijakan menggunakan beberapa instrumen termasuk kenaikan suku bunga secara bertahap, seperti yang terjadi baru-baru ini," jelasnya.
Helmi menyimpulkan, bila terlalu mengandalkan penyesuaian nilai tukar, justru berpotensi dapat menunda pemulihan pertumbuhan masa depan yang berpotensi menempatkan lebih banyak tekanan pada neraca perusahaan.
(dmd)