BI Rate naik, Kadin tunggu gebrakan pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen dinilai dunia usaha sebagai upaya yang harus dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan perekonomian nasional.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan kenaikan tersebut kemungkinan akan terus naik. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P Roeslani mengatakan, langkah tersebut memang harus dilakukan.
Karena, kata dia, posisi perekonomian kurang baik dengan 9,5 persen inflasi yang diperkiran hingga akhir 2013, perlambatan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi menjadi hanya 5,8 persen dari sebelumnya 6,3 persen dan neraca perdagangan yang defisit.
"Belum lagi penguatan ekonomi di AS dan Eropa, sehingga banyak investor yang sifatnya jangka pendek di pasar modal keluar dari emerging market balik ke sana," kata dia dalam rilisnya, Senin (16/9/2013).
Menurutnya, tindakan yang dilakukan BI sudah tepat karena diharapkan bisa mendongkrak posisi rupiah, walaupun banyak yang berpikir bahwa langkah ini kurang efektif untuk menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. "Suku bunga naik, aliran dana asing diharapkan bisa masuk lagi ke pasar domestik sehingga menambah likuiditas dolar," ujarnya.
Di sisi lain, Rosan memaparkan bahwa dengan naiknya BI Rate akan turut berdampak pada kenaikan suku bunga perbankan. "Dikhawatirkan pertumbuhan bank akan berkurang, sehingga laju pertumbuhan ekonomi juga akan berkurang karena lending (pinjaman) perbankan, terutama bagi korporasi besar juga akan ditahan," kata Rosan.
Meski demikian, dia menilai bahwa kenaikan BI Rate ini dampaknya tidak terlalu besar bagi Usaha Kecil Menengah (UKM). "Untuk korporasi yang besar dampaknya akan terasa, tapi untuk yang UKM tidak terlalu terasa, karena sifatnya yang kurang sensitif terhadap kenaikan suku bunga itu. Kalau kenaikan hanya 0,25 masih bisa diterima, namun bagi korporasi besar kenaikan segitu saja memang berdampak sangat besar," terangnya.
Menurutnya, pemerintah harus berani memberikan insentif, relaksasi, stimulus-stimulus, dan berani melakukan terobosan-terobosan yang tidak konvensional seperti menaikan suku bunga.
"Pemerintah juga harus memperhatikan Capital Adequacy Ratio (CAR)/Rasio Kecukupan Modal. Sehingga pertumbuhan kredit perbankan dapat seimbang guna mendukung stabilitas industri perbankan dan sistem keuangan, serta pada gilirannya dapat berdampak positif juga bagi sektor riil," jelas dia.
Ke depan, lanjut Rosan, untuk penguatan rupiah bisa dilakukan dengan ketentuan semua transaksi yang ada di dalam negeri harus menggunakan rupiah. Upaya tersebut bisa mulai dilakukan dari hal-hal yang sifatnya sederhana, seperti sewa perkantoran yang selama ini masih harus menggunakan dolar. begitu juga dengan sewa ruangan hotel dengan rate dolar semua harus diganti dengan menggunakan rupiah.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan kenaikan tersebut kemungkinan akan terus naik. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P Roeslani mengatakan, langkah tersebut memang harus dilakukan.
Karena, kata dia, posisi perekonomian kurang baik dengan 9,5 persen inflasi yang diperkiran hingga akhir 2013, perlambatan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi menjadi hanya 5,8 persen dari sebelumnya 6,3 persen dan neraca perdagangan yang defisit.
"Belum lagi penguatan ekonomi di AS dan Eropa, sehingga banyak investor yang sifatnya jangka pendek di pasar modal keluar dari emerging market balik ke sana," kata dia dalam rilisnya, Senin (16/9/2013).
Menurutnya, tindakan yang dilakukan BI sudah tepat karena diharapkan bisa mendongkrak posisi rupiah, walaupun banyak yang berpikir bahwa langkah ini kurang efektif untuk menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. "Suku bunga naik, aliran dana asing diharapkan bisa masuk lagi ke pasar domestik sehingga menambah likuiditas dolar," ujarnya.
Di sisi lain, Rosan memaparkan bahwa dengan naiknya BI Rate akan turut berdampak pada kenaikan suku bunga perbankan. "Dikhawatirkan pertumbuhan bank akan berkurang, sehingga laju pertumbuhan ekonomi juga akan berkurang karena lending (pinjaman) perbankan, terutama bagi korporasi besar juga akan ditahan," kata Rosan.
Meski demikian, dia menilai bahwa kenaikan BI Rate ini dampaknya tidak terlalu besar bagi Usaha Kecil Menengah (UKM). "Untuk korporasi yang besar dampaknya akan terasa, tapi untuk yang UKM tidak terlalu terasa, karena sifatnya yang kurang sensitif terhadap kenaikan suku bunga itu. Kalau kenaikan hanya 0,25 masih bisa diterima, namun bagi korporasi besar kenaikan segitu saja memang berdampak sangat besar," terangnya.
Menurutnya, pemerintah harus berani memberikan insentif, relaksasi, stimulus-stimulus, dan berani melakukan terobosan-terobosan yang tidak konvensional seperti menaikan suku bunga.
"Pemerintah juga harus memperhatikan Capital Adequacy Ratio (CAR)/Rasio Kecukupan Modal. Sehingga pertumbuhan kredit perbankan dapat seimbang guna mendukung stabilitas industri perbankan dan sistem keuangan, serta pada gilirannya dapat berdampak positif juga bagi sektor riil," jelas dia.
Ke depan, lanjut Rosan, untuk penguatan rupiah bisa dilakukan dengan ketentuan semua transaksi yang ada di dalam negeri harus menggunakan rupiah. Upaya tersebut bisa mulai dilakukan dari hal-hal yang sifatnya sederhana, seperti sewa perkantoran yang selama ini masih harus menggunakan dolar. begitu juga dengan sewa ruangan hotel dengan rate dolar semua harus diganti dengan menggunakan rupiah.
(izz)