Pemerintah tawarkan blok shale gas gelombang dua
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah berkomitmen menggenjot pengembangan shale gas. Hal itu diwujudkan dengan menawarkan sejumlah wilayah kerja baru kepada investor migas baik dalam maupun luar negeri.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Edy Hermantoro menjelaskan, blok shale gas ditawarkan melalui penawaran langsung kepada investor migas yang sudah melakukan studi bersama pemerintah. Targetnya hingga akhir tahun akan ada sekitar 8 blok shlae gas yang ditandatangani.
"Bloknya ada di Kalimantan Selatan Timur sebagian juga ada di Sumatera," kata dia di Jakarta, Senin (23/9/2013).
Menurut Edy, selain Pertamina, blok shale gas tersebut nantinya dikelola sebagian oleh swasta. Kendati demikian, dirinya tidak menyebut siapa saja yang akan mendapatkan penawaran secara langsung dari Kementerian ESDM.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian Hendra Fadly mengatakan, kontrak sudah bisa ditandatangani sekitar akhir 2013 hingga awal 2014. "Kami sedang mempersiapkan untuk penandatangan berikutnya. Saat ini sedang dalam proses joint study," ujarnya.
Dia mengatakan, upaya tersebut akan terus dilakukan untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Pasalnya, potensi shale gas di Indonesia diperkirakan mencapai 574 triliun kaki kubik (tcf). Itu sudah melebihi potensi gas metana baru bara (CBM) sebesar 453,3 tcf bahkan, angka tersebut jauh lebih besar dari potensi gas konvensional sebesar 153 tcf.
"Saat ini, sumber shale gas banyak ditemukan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Dan tentu kami akan terus mengembangkan shale gas di Indonesia. Karena sudah diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional," tambahnya
Kepercayaan diri pemerintah untuk segera memulai shale gas gelombang kedua saat ini datang dari perkembangan gelombang pertama. Hendra menerangkan, KKKS shale gas yang ditandatangani pada 15 Mei 2013 lalu sudah mulai melakukan aktivitas sehingga dibukalah gelombang dua.
"Kami mengharapkan agar kegiatan pengembangan shale gas perdana tersebut dapat berjalan lancar sesuai rencana," ungkapnya.
Dia mencontohkan, wilayah kerja shale gas yang dioperasikan PT PHE MNK Sumbagut. Wilayah tersebut diperkirakan mengandung potensi shale gas sebesar 18,56 tcf. Dengan investasi sekitar USD 7,8 miliar, pihak Pertamina menargetkan produksi perdana dapat diperoleh pada tahun ke-7 setelah enam tahun tahap eksplorasi perdana.
"Tingkat produksi bisa mencapai sebesar 40-100 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari)," ungkapnya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Edy Hermantoro menjelaskan, blok shale gas ditawarkan melalui penawaran langsung kepada investor migas yang sudah melakukan studi bersama pemerintah. Targetnya hingga akhir tahun akan ada sekitar 8 blok shlae gas yang ditandatangani.
"Bloknya ada di Kalimantan Selatan Timur sebagian juga ada di Sumatera," kata dia di Jakarta, Senin (23/9/2013).
Menurut Edy, selain Pertamina, blok shale gas tersebut nantinya dikelola sebagian oleh swasta. Kendati demikian, dirinya tidak menyebut siapa saja yang akan mendapatkan penawaran secara langsung dari Kementerian ESDM.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian Hendra Fadly mengatakan, kontrak sudah bisa ditandatangani sekitar akhir 2013 hingga awal 2014. "Kami sedang mempersiapkan untuk penandatangan berikutnya. Saat ini sedang dalam proses joint study," ujarnya.
Dia mengatakan, upaya tersebut akan terus dilakukan untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Pasalnya, potensi shale gas di Indonesia diperkirakan mencapai 574 triliun kaki kubik (tcf). Itu sudah melebihi potensi gas metana baru bara (CBM) sebesar 453,3 tcf bahkan, angka tersebut jauh lebih besar dari potensi gas konvensional sebesar 153 tcf.
"Saat ini, sumber shale gas banyak ditemukan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Dan tentu kami akan terus mengembangkan shale gas di Indonesia. Karena sudah diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional," tambahnya
Kepercayaan diri pemerintah untuk segera memulai shale gas gelombang kedua saat ini datang dari perkembangan gelombang pertama. Hendra menerangkan, KKKS shale gas yang ditandatangani pada 15 Mei 2013 lalu sudah mulai melakukan aktivitas sehingga dibukalah gelombang dua.
"Kami mengharapkan agar kegiatan pengembangan shale gas perdana tersebut dapat berjalan lancar sesuai rencana," ungkapnya.
Dia mencontohkan, wilayah kerja shale gas yang dioperasikan PT PHE MNK Sumbagut. Wilayah tersebut diperkirakan mengandung potensi shale gas sebesar 18,56 tcf. Dengan investasi sekitar USD 7,8 miliar, pihak Pertamina menargetkan produksi perdana dapat diperoleh pada tahun ke-7 setelah enam tahun tahap eksplorasi perdana.
"Tingkat produksi bisa mencapai sebesar 40-100 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari)," ungkapnya.
(gpr)