Masyarakat bingung logika LCGC
A
A
A
Sindonews.com - Masyarakat tampaknya mulai berfikir rasional dan mulai bersikap kritis perihal berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, berupa diluncurkannya program mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC).
Herman (40), seorang pegawai di sebuah perusahaan di Kawasan Jakarta Selatan mengaku, dirinya bingung dengan alasan yang dilontarkan pemerintah untuk meluncurkan mobil murah. Dia menganggap, pernyataan bahwa mobil murah dapat menekan penggunaan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sangat tidak masuk akal.
"Orang yang siap beli mobil itu kan orang yang secara keuangannya sudah siap. Kalau orang yang beli mobil murah berarti kan orang yang keuangannya pas-pasan dipaksakan beli mobil, gimana logikanya beli mobil saja yang murah tapi disuruh beli bensin yang mahal (pertamax)? Mobil yang lebih mahal saja masih banyak pakai premium," ujarnya saat diwawancarai Sindonews, Selasa (24/9/2013).
Menurutnya, masyarakat sudah semakin cerdas. Memberikan program mobil murah semacam ini sama saja membodoh masyarakat.
"Orang yang ngerti, yang mahal dari punya mobil itu bukan harga mobilnya, tapi untuk kebutuhan hari-harinya (kebutuhan membeli bahan bakar). Jadi mobil murah tetep operasionalnya mahal, apalagi dipaksain harus pakai pertamax, itu kan mahal," tutur dia.
Hal senada diungkapkan mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jakarta, Galang Rizky (20). Dia mengatakan, yang dibutuhkan mahasiswa seperti dirinya bukan mobil murah, melainkan transportasi murah.
"Buat bayar kuliah sudah mahal, masa kita harus beli bensin yang mahal lagi? Lebih enak kalau ada tranportasi murah dan bersih. Kemana-mana murah, itu malah lebih ngebantu buat mahasiswa," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, memiliki mobil murah bagi kalangan mahasiswa tidak ada kebanggan sama sekali. "Padahal keluar duitnya banyak tapi tetep dicap mobil murah. Masa kita nongkrong pake mobil murah, malu dong," tandasnya.
Herman (40), seorang pegawai di sebuah perusahaan di Kawasan Jakarta Selatan mengaku, dirinya bingung dengan alasan yang dilontarkan pemerintah untuk meluncurkan mobil murah. Dia menganggap, pernyataan bahwa mobil murah dapat menekan penggunaan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sangat tidak masuk akal.
"Orang yang siap beli mobil itu kan orang yang secara keuangannya sudah siap. Kalau orang yang beli mobil murah berarti kan orang yang keuangannya pas-pasan dipaksakan beli mobil, gimana logikanya beli mobil saja yang murah tapi disuruh beli bensin yang mahal (pertamax)? Mobil yang lebih mahal saja masih banyak pakai premium," ujarnya saat diwawancarai Sindonews, Selasa (24/9/2013).
Menurutnya, masyarakat sudah semakin cerdas. Memberikan program mobil murah semacam ini sama saja membodoh masyarakat.
"Orang yang ngerti, yang mahal dari punya mobil itu bukan harga mobilnya, tapi untuk kebutuhan hari-harinya (kebutuhan membeli bahan bakar). Jadi mobil murah tetep operasionalnya mahal, apalagi dipaksain harus pakai pertamax, itu kan mahal," tutur dia.
Hal senada diungkapkan mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jakarta, Galang Rizky (20). Dia mengatakan, yang dibutuhkan mahasiswa seperti dirinya bukan mobil murah, melainkan transportasi murah.
"Buat bayar kuliah sudah mahal, masa kita harus beli bensin yang mahal lagi? Lebih enak kalau ada tranportasi murah dan bersih. Kemana-mana murah, itu malah lebih ngebantu buat mahasiswa," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, memiliki mobil murah bagi kalangan mahasiswa tidak ada kebanggan sama sekali. "Padahal keluar duitnya banyak tapi tetep dicap mobil murah. Masa kita nongkrong pake mobil murah, malu dong," tandasnya.
(rna)