Pertama kali sejak 2001, September deflasi 0,35%
A
A
A
Sindonews.com - Di tengah masih terus terperosoknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditambah gonjang-ganjing peluncuruan program mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) yang dikhawatirkan dapat memacu semakin lebarnya defisit neraca perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS) justru mencatatkan deflasi September sebesar 0,35 persen.
Kepala BPS Suryamin menerangkan, deflasi bulanan yang terjadi pertama kalinya sejak September 2001 tersebut lantaran mulai terkendalinya sejumlah katalis negatif, salah satunya dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu.
"Karena kita ada menaikkan harga BBM sekitar dua bulan lalu, jadi sekarang cukup memberikan pengaruh positif sehingga menyebabkan deflasi," kata Suryamin di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Kondisi ini sekaligus memantapkan kestabilan ekonomi nasional setelah pada bulan Agustus yang meskipun masih mencatatkan inflasi, namun mengalami penurunan menjadi sebesar 1,12 persen dibanding bulan Juli yang tercatat inflasi sebesar 3,29 persen.
Lebih lanjut Suryamin menerangkan, BPS mencatat secara tahun kalender (Januari-September 2013), inflasi berada sekitar 7,57 persen dan secara year on year (yoy) berada di 8,40 persen.
"Terjadi penurunan yang signifikan dari semula inflasi menjadi deflasi. Berarti harga yang bergejolak bisa dikendalikan," ujarnya.
Suryamin merinci, dari 66 kota, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat 53 kota mengalami deflasi dan hanya 13 kota yang mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Sorong sebesar 4,28 persen, sementara deflasi terendah terjadi di Surabaya sebesar 0,02 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pinang.
"Harga beras di Tanjung Pinang masih sedikit mengalami kenaikan, selanjutnya juga makanan jadi (juga masih mengakami kenaikan), sehingga menyebabkan inflasi di Tanjung Pinang menjadi tertinggi," tandasnya.
Kepala BPS Suryamin menerangkan, deflasi bulanan yang terjadi pertama kalinya sejak September 2001 tersebut lantaran mulai terkendalinya sejumlah katalis negatif, salah satunya dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu.
"Karena kita ada menaikkan harga BBM sekitar dua bulan lalu, jadi sekarang cukup memberikan pengaruh positif sehingga menyebabkan deflasi," kata Suryamin di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Kondisi ini sekaligus memantapkan kestabilan ekonomi nasional setelah pada bulan Agustus yang meskipun masih mencatatkan inflasi, namun mengalami penurunan menjadi sebesar 1,12 persen dibanding bulan Juli yang tercatat inflasi sebesar 3,29 persen.
Lebih lanjut Suryamin menerangkan, BPS mencatat secara tahun kalender (Januari-September 2013), inflasi berada sekitar 7,57 persen dan secara year on year (yoy) berada di 8,40 persen.
"Terjadi penurunan yang signifikan dari semula inflasi menjadi deflasi. Berarti harga yang bergejolak bisa dikendalikan," ujarnya.
Suryamin merinci, dari 66 kota, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat 53 kota mengalami deflasi dan hanya 13 kota yang mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Sorong sebesar 4,28 persen, sementara deflasi terendah terjadi di Surabaya sebesar 0,02 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pinang.
"Harga beras di Tanjung Pinang masih sedikit mengalami kenaikan, selanjutnya juga makanan jadi (juga masih mengakami kenaikan), sehingga menyebabkan inflasi di Tanjung Pinang menjadi tertinggi," tandasnya.
(rna)