Ekonom China: Indonesia terbaik di Asia Tenggara
A
A
A
Sindonews.com - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menjadi salah satu pemain dengan performa terbaik di perekonomian dunia. Negeri ini memiliki tingkat produk domestik bruto (PDB) konsisten di angka 6 persen.
Hal tersebut disampaikan Wu Chongbo, profesor ekonomi yang mengkhususkan diri dalam studi Asia Tenggara di Universitas Xiamen, Fujian. Dilansir dari Xinhua, Senin (7/10/2013). Wu mengatakan, Indonesia telah merestrukturisasi beberapa industri utama, mengembangkan infrastruktur negara, mempromosikan manufaktur dan terus meningkatkan konsumsi domestik.
Dia menyebutkan, pemerintah Indonesia baru-baru ini mengadopsi rencana untuk membangun enam koridor ekonomi yang besar di seluruh negeri. Keenam daerah yang akan menjadi inti dari ekonomi lokal. Masing-masing akan berfungsi seperti kota CBD.
Pemerintah juga bertujuan untuk merestrukturisasi 10 industri tradisional besar, seperti tekstil, produksi besi, mobil dan petrokimia. Dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan berinvestasi sebesar USD150 miliar dolar untuk memperbaiki infrastruktur, termasuk jalan tol, kereta api, pembangkit listrik dan sebagainya.
Menurut Wu, didukung perbaikan infrastruktur, industri manufaktur akan memimpin pembangunan ekonomi saat ini. Melalui langkah restrukturisasi, pemerintah berusaha meningkatkan efisiensi produksi dalam upaya menarik lebih banyak investor asing untuk memelihara lingkungan ekonomi yang kokoh.
Tujuan lain dari restrukturisasi termasuk penyesuaian dan membawa stabilitas pasar tenaga kerja, serta membuat penggunaan sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia dengan menghindari industri yang tidak kompetitif dari negara-negara tetangga.
Wu mencatat, nilai ekspor tekstil dari Indonesia pada 2012 adalah USD12,5 miliar membuat negara ini menjadi raksasa tekstil di Asia Tenggara. "Pemerintah Indonesia cukup bangga dengan konsumsi domestik yang tinggi. Perekonomian Indonesia digerakkan oleh motor yang berbeda dibandingkan dengan banyak negara lain di Asia Tenggara," ujarnya.
Wu mengungkapkan banyak negara yang bergantung pada ekspor, dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat sebagai pasar utama, sehingga mereka menderita selama resesi. Namun, Indonesia jauh lebih mandiri. Derajat ketergantungan perdagangan luar negeri pada 2009, menurut statistik dari IMF adalah 39 persen. Artinya, lebih rendah dari rata-rata 102,7 persen di 10 negara di Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Hal tersebut disampaikan Wu Chongbo, profesor ekonomi yang mengkhususkan diri dalam studi Asia Tenggara di Universitas Xiamen, Fujian. Dilansir dari Xinhua, Senin (7/10/2013). Wu mengatakan, Indonesia telah merestrukturisasi beberapa industri utama, mengembangkan infrastruktur negara, mempromosikan manufaktur dan terus meningkatkan konsumsi domestik.
Dia menyebutkan, pemerintah Indonesia baru-baru ini mengadopsi rencana untuk membangun enam koridor ekonomi yang besar di seluruh negeri. Keenam daerah yang akan menjadi inti dari ekonomi lokal. Masing-masing akan berfungsi seperti kota CBD.
Pemerintah juga bertujuan untuk merestrukturisasi 10 industri tradisional besar, seperti tekstil, produksi besi, mobil dan petrokimia. Dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan berinvestasi sebesar USD150 miliar dolar untuk memperbaiki infrastruktur, termasuk jalan tol, kereta api, pembangkit listrik dan sebagainya.
Menurut Wu, didukung perbaikan infrastruktur, industri manufaktur akan memimpin pembangunan ekonomi saat ini. Melalui langkah restrukturisasi, pemerintah berusaha meningkatkan efisiensi produksi dalam upaya menarik lebih banyak investor asing untuk memelihara lingkungan ekonomi yang kokoh.
Tujuan lain dari restrukturisasi termasuk penyesuaian dan membawa stabilitas pasar tenaga kerja, serta membuat penggunaan sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia dengan menghindari industri yang tidak kompetitif dari negara-negara tetangga.
Wu mencatat, nilai ekspor tekstil dari Indonesia pada 2012 adalah USD12,5 miliar membuat negara ini menjadi raksasa tekstil di Asia Tenggara. "Pemerintah Indonesia cukup bangga dengan konsumsi domestik yang tinggi. Perekonomian Indonesia digerakkan oleh motor yang berbeda dibandingkan dengan banyak negara lain di Asia Tenggara," ujarnya.
Wu mengungkapkan banyak negara yang bergantung pada ekspor, dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat sebagai pasar utama, sehingga mereka menderita selama resesi. Namun, Indonesia jauh lebih mandiri. Derajat ketergantungan perdagangan luar negeri pada 2009, menurut statistik dari IMF adalah 39 persen. Artinya, lebih rendah dari rata-rata 102,7 persen di 10 negara di Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
(dmd)