Hilirisasi mineral baru efektif 2018
A
A
A
Sindonews.com - Pembangunan fasilitas smelter sebagai syarat wajib hilirisasi barang tambang dan mineral pada Januari 2014 diperkirakan akan memakan waktu empat tahun. Sehingga realisasi hilirisasi mineral baru dapat dilakukan pada 2018.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang ICT dan Broadcast, Didie Suwondho di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
"Pada 2014 feasibility studies (FS), lalu pada 2015 bangun smelter empat tahun, ya 2018 baru dapat dikomersilkan. Aturan kasarnya begitu," ujarnya dalam kesempatan tersebut.
Dia juga memberitahu bahwa sudah ada 14 perusahaan mineral yang berniat membangun fasilitas smelter. Salah satunya PT Harita Prima Abadi Mineral. "Ada lagi pengusaha nasional yang operasinya lagi bagus di Sulawesi Tenggara," ungkapnya.
Menurutnya, rata-rata pemilik smelter hanya menginginkan suplai berkelanjutan (Long Term Supply Agreement) dengan angka cadangan 100 juta ton untuk bauksit. "Kita bahkan bisa melipatgandakan suplai hingga 200 juta ton, karena cadangan bauksit kita yang proven mencapai 2 miliar," terang Didie.
Selama masa transisi tersebut perusahaan yang terbukti sudah groundbreaking smelter akan mendapatkan dispensasi agar selama smelter dibangun, mereka tetap bisa mengekspor bahan mentah untuk sementara.
"Dispensasi tersebut mengingat neraca pembayaran kita. Masa (sementara) enggak boleh ekspor hanya untuk memperkuat neraca perdagangan, asal jangan kebablasan," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Sumber Daya Mineral, Garibaldi Thohir mengungkapkan, jika selama transisi empat tahun tersebut ekspor bahan mentah dihentikan, maka akan membawa akibat tersendiri.
"Implikasi akan banyak, bisa PHK, belum lagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan menurun secara drastis," ujar dia.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang ICT dan Broadcast, Didie Suwondho di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
"Pada 2014 feasibility studies (FS), lalu pada 2015 bangun smelter empat tahun, ya 2018 baru dapat dikomersilkan. Aturan kasarnya begitu," ujarnya dalam kesempatan tersebut.
Dia juga memberitahu bahwa sudah ada 14 perusahaan mineral yang berniat membangun fasilitas smelter. Salah satunya PT Harita Prima Abadi Mineral. "Ada lagi pengusaha nasional yang operasinya lagi bagus di Sulawesi Tenggara," ungkapnya.
Menurutnya, rata-rata pemilik smelter hanya menginginkan suplai berkelanjutan (Long Term Supply Agreement) dengan angka cadangan 100 juta ton untuk bauksit. "Kita bahkan bisa melipatgandakan suplai hingga 200 juta ton, karena cadangan bauksit kita yang proven mencapai 2 miliar," terang Didie.
Selama masa transisi tersebut perusahaan yang terbukti sudah groundbreaking smelter akan mendapatkan dispensasi agar selama smelter dibangun, mereka tetap bisa mengekspor bahan mentah untuk sementara.
"Dispensasi tersebut mengingat neraca pembayaran kita. Masa (sementara) enggak boleh ekspor hanya untuk memperkuat neraca perdagangan, asal jangan kebablasan," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Sumber Daya Mineral, Garibaldi Thohir mengungkapkan, jika selama transisi empat tahun tersebut ekspor bahan mentah dihentikan, maka akan membawa akibat tersendiri.
"Implikasi akan banyak, bisa PHK, belum lagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan menurun secara drastis," ujar dia.
(izz)