Pengalihan industri cengkeh harus didukung infrastruktur

Selasa, 05 November 2013 - 13:45 WIB
Pengalihan industri...
Pengalihan industri cengkeh harus didukung infrastruktur
A A A
Sindonews.com - Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI), Nurtianto Wisnu menilai, rencana Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi untuk mengalihkan produksi cengkeh dan tembakau ke produk turunan lain seperti parfum dan kosmetik harus didukung infrastruktur.

Pasalnya, jika tidak didukung dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, maka rencana pengalihan tersebut hanya akan menjadi mimpi dan menjerumuskan para petani tembakau.

"Menkes masih terlalu bermimpi, realitasnya sekarang ini 98 persen pasar cengkeh nasional memang untuk industri rokok. Adapun 2 persen di luar rokok, termasuk parfum dan cengkeh," ujar Wisnu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11/2013).

Menurut Wisnu, keinginan Menkes tersebut juga terkesan gegabah tanpa mempertimbangkan dampak buruk lain jika kebijakan mengubah pasar cengkeh dan tembakau dilakukan secara mendadak saat Frame Work Convention on Tobacco Control (FCTC) diterapkan.

Pasalnya, ketika kebijakan itu diterapkan maka akan mengakibatkan pasokan berlebih. Ujungnya, harga cengkeh tembakau anjlok dan petani kembali dirugikan.

"Kalau Menkes mimpi boleh-boleh saja. Menkes ini kalau bisa bermain sulap saya kira bisa saja. Tetapi dari pasar 2 persen dibalik jadi 98 persen, tidak akan mungkin, karena begitu dipaksa beralih ini akan terjadi kelebihan pasokan, barang tidak akan terserap, petani rugi," tegas dia.

Wisnu mengatakan, lebih baik Menkes mendengarkan berbagai masukan dari kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan tentang dampak buruk jika FCTC diterapkan.

"Sikap lima kementerian yang menolak FCTC sudah tepat. Mereka berprinsip kebangsaan karena tidak serta merta mengikuti negara lain. Apalagi negara lain itu tidak punya petani cengkeh, tidak ada buruh, beda dengan Indonesia yang memiliki 20 juta petani cengkeh," jelas dia.

Apalagi, pada 2014 akan diselenggarakan pemilihan umum yang menjadikan tahun tersebut sebagai tahun politik. Di mana, sejatinya pembahasan-pembahasan yang dapat mengancam ketahanan nasional seharusnya bisa dihindari.

"Ini tahun politik, Presiden pasti lebih mengedapankan soal keamanan nasional, jika dipaksakan ratifikasi FCTC di tahun politik, ada kerawanan sosial, banyak ekses dampak negatifnya jika diterapkan," ujarnya.

Jika Kementerian Kesehatan tetap ngotot, dia menilai pimpinan sudah tidak lagi memiliki rasa kebangsaan lagi ketimbang kementerian lain yang menolak FCTC. "Kementerian lain yang menolak sudah bagus, mereka menunjukkan nasionalisme," ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun juga menegaskan pemerintah tetap dalam posisi melindungi industri rokok. Jika industri rokok ditutup karena alasan kesehatan, jutaan orang akan menganggur.

Ketua Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Soetardjo juga menegaskan sudah mengirimkan surat keberatan yang disampaikan ke Presiden SBY bahwa hampir satu juta petani dari total lima juta hektare lahan cengkeh yang akan gulung tikar jika FCTC diberlakukan.

Pihaknya merasa heran, Menkes tetap saja ngotot meski Menteri lain sudah memberi sinyal penolakan. "Kami dapat dukungan dari sejumlah menteri," katanya.

Dia mengatakan, hasil produksi cengkeh Indonesia per tahun berkisar 100 ribu ton dengan luas lahan sekitar lima juta hektare. Kini produksinya berkisar 75 ribu ton lantaran masalah cuaca sehingga harganya melonjak. "Kami minta jangan ada regulasi yang mengganggu mengacaukan petani cengkeh," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0574 seconds (0.1#10.140)