Hadapi fluktuasi, BI gencarkan penggunaan transaksi derivatif

Senin, 11 November 2013 - 10:17 WIB
Hadapi fluktuasi, BI gencarkan penggunaan transaksi derivatif
Hadapi fluktuasi, BI gencarkan penggunaan transaksi derivatif
A A A
Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) menilai penggunaan fasilitas transaksi derivatif saat ini dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Salah satu penggunaannya pada transaksi valuta asing (valas) yang saat ini masih dilakukan pada pasar tunai (cash market) sehingga menekan nilai tukar rupiah.

Hal ini disebabkan bank sentral tidak bisa memperkirakan berapa besar permintaannya. Namun hal ini dapat diselesaikan dengan memaksimalkan penggunaan transaksi derivatif dalam ekspor impor.

Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan saat ini perusahan perusahaan dalam negeri masih mengandalkan pasar tunai, khususnya spot, dalam mencari pasokan valuta asing (valas). Hal ini perlu dikurangi sehingga tidak memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Bank sentral telah merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank. Jenis transaksinya mencakup transaksi derivatif valas terhadap rupiah atau sebaliknya yang standar antara lain dalam bentuk forward dan swap.

"Dengan melakukan mekanisme lindung nilai menggunakan derivatif maka ekspektasinya rupiah akan menguat. Karena BI bisa menyiapkan kebutuhan dolar untuk transaksi perusahaan dalam negeri, khususnya BUMN," ujar Peter dalam penjelasan manfaat transaksi derivatif di Bandung akhir pekan lalu.

Dia juga menjelaskan underlying dalam transaksi lindung nilai berupa kegiatan transaksi ekonomi. Meliputi pembayaran utang dalam valas, kegiatan ekspor impor, dan kegiatan investasi.

Dengan aturan ini, diharapkan transaksi derivatif dalam rangka lindung nilai atau hedging bisa ditingkatkan. Menurutnya fungsi bank sentral menyiapkan infrastrukturnya agar bank bisa mendukung transaksi lindung nilai (hedging).

Selain itu untuk BUMN sendiri, pemerintah telah memberikan lampu hijau untuk transaksi hedging lewat Peraturan Menteri (Permen) Badan Usaha Milik Negara PER-09/MBU/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai BUMN yang dirilis pada 25 September lalu.

Dia menilai prosedur standar operasional (SOP) BUMN dalam melakukan transaksi hedging dalam valas sangat penting agar BUMN tidak ketergantungan dengan transaksi spot yang seringkali menggoyang nilai rupiah.

“Permen BUMN belum cukup, secara ketentuan bank boleh lakukan transaksi derivatif apalagi ada underlying. Jadi bank siap, tapi SOP untuk nasabah belum ada. Kita juga terus edukasi transaksi derivatif itu karena bermanfaat secara nasional, dan kalau swasta mau masuk lebih optimal," ujarnya.

Dalam PBI ini, transaksi lindung nilai itu mencakup jenis transaksi derivatif valas terhadap rupiah yang standar antara lain dalam bentuk forward, dan swap. Adapun underlying transaksi lindung nilainya berupa kegiatan ekonomi yang meliputi pembayaran utang dalam valas, kegiatan ekspor impor, dan kegiatan investasi.

Sementara itu, untuk nilai nominal transaksi lindung nilai paling banyak sebesar nilai nominal underlying kegiatan ekonomi yang tercantum dalam dokumen kegiatan pendukung.

Sementara Permen BUMN ditujukan agar BUMN yang memiliki kebutuhan valas cukup besar, tidak kesulitan mendapatkan pasokan valas saat mereka memerlukannya untuk kelangsungan bisnis di masa mendatang.

“Kita setuju ada SOP, karena transaksi derivatif ini memperkirakan kurs yang akan datang, tidak ada yang tahu persis, makanya perlu mitigasi risiko,” ujarnya.

Mengenai SOP ini disebutnya masih terus didiskusikan baik antara bank sentral, perbankan dan BUMN itu sendiri. Harapannya, dengan ada SOP maka bila terjadi kerugian dari transaksi derivatif dalam rangka lindung nilai yang dilakukan BUMN, tidak diartikan sebagai kerugian negara namun sebagai biaya transaksi.

Dia menambahkan, saat ini transaksi valas sendiri lebih banyak dilakukan secara cash baik berupa transaksi today, tomorrow, dan spot, daripada transaksi derivatif yang bisa dilakukan lewat transaksi FX Forward, FX Swap, FX Option dan FX Futures. Porsinya 70 persen untuk cash berbanding 30 persen untuk transaksi derivatif.

“Cash ini harga di depan mata, tidak terpengaruh harga ke depan. Harga tidak akan terlalu jauh. Jadi memang pasar kita masih didominasi cash market. Ini kita coba pengaruhi derivatif market lebih naik,” ujarnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6127 seconds (0.1#10.140)