Data ekonomi masih berpotensi dukung laju rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Jelang penghujung tahun 2013, pelaku pasar semakin berkonsetrasi pada data-data ekonomi dalam negeri seperti data inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan yang justru lebih mendominasi sentimen penggerak laju nilai tukar rupiah.
Padahal, rilis akselerasi inflasi zona Eropa telah membuat laju nilai tukar euro mampu bergerak lebih tinggi dari dolar Amerika Serikat (USD). Dengan rilis akselerasi tersebut memberikan persepsi nantinya ECB akan menahan stimulusnya, sehingga nilai tukar euro dapat menguat.
"Akan tetapi sentimen positif tersebut tidak banyak berimbas pada laju nilai tukar rupiah yang masih dalam tren pelemahannya," kata Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada, Selasa (3/12/2013).
Market sendiri malah menantikan sentimen yang biasa datang di akhir bulan, yakni perkiraan kondisi rilis data neraca pembayaran dan perdagangan lebih mempengaruhi laju nilai tukar rupiah.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Oktober 2013 mengalami surplus USD42,2 juta dibanding bulan sebelumnya membukukan defisit USD657,2 juta. Sementara inflasi November sebesar 0,12 persen, meski naik dibanding bulan sebelumnya senilai 0,09 persen, namun angka itu sesuai ekspektasi pasar dan dinilai masih rendah.
"Laju rupiah dapat bertahan di atas target support Rp12.070 per USD. Rentang rupiah berada di kisaran Rp12.000-11.950 per USD mengacu kurs tengah BI," papar Reza.
Kemarin, nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan data Bloomberg ditutup pada level Rp11.770/USD atau menguat 195 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu di level Rp11.965/USD. Posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI di level Rp11.946/USD atau terapresiasi 31 poin dibandingkan penutupan hari terakhir pekan lalu di level Rp11.977/USD.
Padahal, rilis akselerasi inflasi zona Eropa telah membuat laju nilai tukar euro mampu bergerak lebih tinggi dari dolar Amerika Serikat (USD). Dengan rilis akselerasi tersebut memberikan persepsi nantinya ECB akan menahan stimulusnya, sehingga nilai tukar euro dapat menguat.
"Akan tetapi sentimen positif tersebut tidak banyak berimbas pada laju nilai tukar rupiah yang masih dalam tren pelemahannya," kata Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada, Selasa (3/12/2013).
Market sendiri malah menantikan sentimen yang biasa datang di akhir bulan, yakni perkiraan kondisi rilis data neraca pembayaran dan perdagangan lebih mempengaruhi laju nilai tukar rupiah.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Oktober 2013 mengalami surplus USD42,2 juta dibanding bulan sebelumnya membukukan defisit USD657,2 juta. Sementara inflasi November sebesar 0,12 persen, meski naik dibanding bulan sebelumnya senilai 0,09 persen, namun angka itu sesuai ekspektasi pasar dan dinilai masih rendah.
"Laju rupiah dapat bertahan di atas target support Rp12.070 per USD. Rentang rupiah berada di kisaran Rp12.000-11.950 per USD mengacu kurs tengah BI," papar Reza.
Kemarin, nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan data Bloomberg ditutup pada level Rp11.770/USD atau menguat 195 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu di level Rp11.965/USD. Posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI di level Rp11.946/USD atau terapresiasi 31 poin dibandingkan penutupan hari terakhir pekan lalu di level Rp11.977/USD.
(rna)