Perbankan diminta danai pembangunan smelter

Rabu, 04 Desember 2013 - 16:30 WIB
Perbankan diminta danai...
Perbankan diminta danai pembangunan smelter
A A A
Sindonews.com - Penghentian ekspor biji mineral tambang (raw material) di Sulawesi Selatan (Sulsel) tanpa disertai pendirian pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) akan memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Salah seorang pengusaha tambang di Sulsel, Amirullah Abbas mengatakan, saat ini perusahaan tambang yang memiliki smelter di Sulsel hanya PT Vale. Sementara untuk membangun, dibutuhkan anggaran cukup besar.

"Jika ekspor tambang di stop pemerintah, maka akan banyak terjadi PHK serta kredit macet. Pengusaha akan merugi sangat besar jika ekspor tambang di hentikan. Apakah pemerintah siap menghadapi hal ini?" ujarnya, Rabu (4/12/2013).

Agar permasalahan tidak bertambah rumit, dia berharap adanya pelibatan perbankan yang juga diatur melalui regulasi untuk mendukung implementasi UU No 4/2009 tentang pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Di mana UU ini mulai diterapkan secara efektif 2014.

Jika tidak, kata dia, mustahil bagi pengusaha tambang untuk bisa membangun smelter. Pengusaha pun selama ini masih sangat bergantung pada skema pembiayaan kredit yang dikucurkan perbankan.

"Kami mendukung kebijakan tersebut. Dengan regulasi itu, hasil tambang akan menjadi produk olahan yang memberi nilai tambah. Tapi tolong ada pelibatan khusus dari perbankan," harap dia.

Seperti diketahui, lima provinsi penghasil mineral dan logam terbesar di Indonesia menyepakati untuk membatasi ekspor mentah. Kelima daerah tersebut yakni provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Maluku Utara (MAlut), dan Papua Barat.

Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan, pembatasan ekspor bahan mentah khususnya nikel dimaksudkan untuk meningkatkan industri hulu. Nantinya, mineral dan logam, khususnya nikel akan diekspor setelah memiliki nilai tambah. Kebijakan itu juga diyakinii akan menumbuhkan industri lokal di lima daerah ini.

Sementara, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, La Tunreng mengungkapkan untuk membangun satu smelter dibutuhkan biaya hingga Rp4 triliun, sebab harus dilengkapi dengan pelabuhan, penyediaan listrik serta jalan.

Untuk itu, La Tunreng meminta pemerintah jangan berbelit dalam membuat regulasi terkait pembangunan smelter baik perizinan dan pembebasan lahan. "Di Sulsel, baru satu smelter yang dimiliki dan itu milik dari PT Vale, tapi itu untuk pribadi tidak bisa umum. Makanya harus ditambah. Ini bisa dilakukan tapi harus melibatkan invetastor dari luar," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0464 seconds (0.1#10.140)