Pertamina masih membutuhkan dana untuk infrastruktur
A
A
A
Sindonews.com – Peneliti dari Pusat Studi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan saat ini PT Pertamina (Persero) masih membutuhkan dana untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengolahan gas elpiji sehingga bisa mencapai efisiensi.
“Jika pengolahan gas elpiji dapat efisien, sesungguhnya Pertamina tidak harus menaikan harga gas elpiji, sehingga tidak perlu lagi menambah beban masyarakat pengguna gas elpiji,” kata Fahmy dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Seperti diketahui, setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) selama 2013, beban masyarakat tampaknya akan bertambah semakin berat sehubungan dengan rencana penaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg) pada awal 2014. Kenaikan harga elpiji 12 kg tidak dapat ditunda-tunda lagi lantaran Pertamina sudah menanggung kerugian dalam jumlah yang besar pada setiap tahunnya jika harga tidak segera dinaikan.
“Kerugian Pertamina semakin membengkak seiring dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat menembus Rp12.000 per satu dolar AS karena Pertamina masih harus mengimpor lebih dari 50 persen dari total kebutuhan gas elpiji dalam negeri,” tandasnya.
Tingginya volume impor itu, kata dia, mengindikasikan bahwa produksi pengolahan gas elpiji oleh Pertamina dinilai tidak efisien karena volume produksi tidak mencapai kapasitas ekonomi (economic of scale) sehingga membengkakan biaya produksi. Kalau setiap tahun Pertamina menyalurkan tak kurang dari 900 ribu ton gas elpiji 12 kg kepada masyarakat, dapat dipastikan kerugian Pertamina mencapai hampir Rp5 triliun per tahun.
“Inefisiensi produksi gas elpiji tersebut salah satunya dipicu oleh ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai. Sangat wajar kalau kapasitas ekonomi pengolahan gas elpiji tidak pernah tercapai sehingga tidak efisien, yang unjung-ujung membengkakan biaya produksi,” tegas dia.
Dalam kondisi tersebut, menurutnya, satu-satunya upaya untuk menutup kerugian yang diderita Pertamina hanyalah melalui penaikan harga jual. Kalau harga jadi dinaikan, sudah dapat dipastikan akan semakin memberatkan beban bagi masyarakat pengguna gas elpiji 12 kg.
“Jika pengolahan gas elpiji dapat efisien, sesungguhnya Pertamina tidak harus menaikan harga gas elpiji, sehingga tidak perlu lagi menambah beban masyarakat pengguna gas elpiji,” kata Fahmy dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Seperti diketahui, setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) selama 2013, beban masyarakat tampaknya akan bertambah semakin berat sehubungan dengan rencana penaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg) pada awal 2014. Kenaikan harga elpiji 12 kg tidak dapat ditunda-tunda lagi lantaran Pertamina sudah menanggung kerugian dalam jumlah yang besar pada setiap tahunnya jika harga tidak segera dinaikan.
“Kerugian Pertamina semakin membengkak seiring dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat menembus Rp12.000 per satu dolar AS karena Pertamina masih harus mengimpor lebih dari 50 persen dari total kebutuhan gas elpiji dalam negeri,” tandasnya.
Tingginya volume impor itu, kata dia, mengindikasikan bahwa produksi pengolahan gas elpiji oleh Pertamina dinilai tidak efisien karena volume produksi tidak mencapai kapasitas ekonomi (economic of scale) sehingga membengkakan biaya produksi. Kalau setiap tahun Pertamina menyalurkan tak kurang dari 900 ribu ton gas elpiji 12 kg kepada masyarakat, dapat dipastikan kerugian Pertamina mencapai hampir Rp5 triliun per tahun.
“Inefisiensi produksi gas elpiji tersebut salah satunya dipicu oleh ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai. Sangat wajar kalau kapasitas ekonomi pengolahan gas elpiji tidak pernah tercapai sehingga tidak efisien, yang unjung-ujung membengkakan biaya produksi,” tegas dia.
Dalam kondisi tersebut, menurutnya, satu-satunya upaya untuk menutup kerugian yang diderita Pertamina hanyalah melalui penaikan harga jual. Kalau harga jadi dinaikan, sudah dapat dipastikan akan semakin memberatkan beban bagi masyarakat pengguna gas elpiji 12 kg.
(gpr)