Atasi krisis energi, Indonesia perlu grand design

Sabtu, 28 Desember 2013 - 13:38 WIB
Atasi krisis energi,...
Atasi krisis energi, Indonesia perlu grand design
A A A
Sindonews.com - Komisi VII DPR RI menilai untuk membebaskan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak tidak sulit, mengingat negeri ini memiliki beraneka ragam sumber energi mulai dari energi jenis fosil hingga terbarukan.

"Tinggal bagaimana mendesainnya untuk mengatasi krisis energi di negeri ini," kata Anggota Komisi VII Totok Daryanto di Jakarta, Sabtu (28/12/2013).

Dari energi fosil, menurut dia, Indonesia merupakan penghasil batu bara yang banyak diekspor ke berbagai negara. Namun, bangsa ini masih keliru dalam memandang dan memperlakukan batu bara.

"Kita salah tempatkan batu bara karena di undang-undangnya itu seakan-akan masuk mineral, padahal itu bukan mineral," ujar dia.

Totok menjelaskan, energi fosil dari perut bumi seharusnya juga bisa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Misalnya, menjadikan kandungan tersebut sebagai bahan baku penyuplai pembangkit listrik.

"Hal yang sama harus diberlakukan juga pada gas bumi. Tapi pemerintah harus berani mengambil langkah membangun infrastruktur penunjang penyaluran gas," tutur dia.

Pendapat serupa diutarakan Dosen Geoekonomi Universitas Indonesia (UI) Dirgo Purba. Dia berpendapat, Indonesia memerlukan grand design untuk mengatasi krisis energi karena negeri ini telah menjadi negara importir minyak di Asia Tenggara, selain komoditas lainnya, seperti pangan.

"Kita harus menyadari bahwa Indonesia ini sudah jadi net oil importer. Ini harus disampaikan ke seluruh lapisan," terang dia.

Dirgo menuturkan, produksi minyak nasional Indonesia saat ini hanya 830.000 barel per hari dengan cadangan minyak terbukti sebesar 3,7 miliar barel. Bila menggunakan teori forecasting, cadangan minyak di negeri ini kemungkinan hanya akan sampai sekitar 15-17 tahun mendatang.

"Ini mungkin akan sampai sekitar 15-17 tahun lagi, dengan posisi sekarang. Saya tidak bilang habis ya. Jadi, dengan 3,7 miliar dan konsumsi yang sekarang akan mencapai titik doomdays 15-17 tahun lagi," kata Dirgo.

Melihat kondisi itu, Indonesia harus melakukan impor minyak. Dirgo menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan transportasi, Indonesia melakukan impor sebesar 1,7 juta barel per hari.

Adapun, rinciannya impor minyak mentah sebesar 500.000 barel dan bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 1,2 juta barel dari 18 negara. Dengan demikian, Indonesia memiliki ketergantungan kepada 18 negara penghasil minyak.

"Kalau ini konteksnya dilarikan ke APBN, otomatis ketergantungan 1,7 juta barel, kita tinggal hitung saja. Kalau harga USD100 per barel, artinya devisa kita keluar USD170 juta per hari. Ini minimal karena harga crude, BBM itu bisa USD120-130 per hari. Tinggal kita hitung," tutur dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0715 seconds (0.1#10.140)