Genjot pertumbuhan ekonomi 7,02%, Jatim butuh Rp85 T

Kamis, 02 Januari 2014 - 14:48 WIB
Genjot pertumbuhan ekonomi...
Genjot pertumbuhan ekonomi 7,02%, Jatim butuh Rp85 T
A A A
Sindonews.com - Provinsi Jawa Timur (Jatim) menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen pada 2014 atau lebih tinggi dibanding 2013 sebesar 6,5 persen.

Konsultan Ekonomi Regional dan Keuangan Daerah, Agus Miftahussurur mengatakan, untuk mencapai angka pertumbuhan 7,02 persen dibutuhkan investasi yang masuk ke Jawa Timur hingga Rp85 trilliun.

"Baik dari sektor pemerintah dan swasta. Tapi yang paling digenjot adalah swasta karena dari pemerintah hanya tercatat share kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tidak terlalu besar, yakni sekitar 17 persen," katanya, Kamis (2/1/2014).

Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Sunan Giri (Unsuri) Surabaya ini mengatakan, kinerja investasi di Jatim cenderung naik. Meski 2013 realisasinya masih turun, baik yang bersifat domestik maupun asing.

"Kalau digunakan perhitungan year on year (yoy) di triwulan III/2013, ada kenaikan sekitar 8,28 persen. Tapi kalau dihitung secara kumulatif akhir tahun ini mengalami penurunan," ujarnya.

Sementara, konsentrasi investasi masih terpusat di sejumlah wilayah tertentu seperti Gresik, Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, dan Mojokerto. Kondisi ini menimbulkan sejumlah problem yang mengurangi realitas pertumbuhan ekonomi.

Tidak dapat dipungkiri, semakin tinggi pertumbuhan namun menyisakan disparitas wilayah. Hipotesis Kusned meyakini bahwa semakin tinggi pertumbuhan wilayah maka semakin timpang wilayah itu.

"Imbas Disparitas itu akan terjadi arus urbanisasi besar-besaran. Dan percuma jika pertumbuhan ekonomi tinggi," kata Agus.

Solusinya, lanjut dia, harus ada kebijakkan pemerataan investasi. Di Jatim masih ada daerah yang Low Groot dan Low Income (Pertumbuhan dan Pendapatan Rendah). Beberapa kawasan itu adalah Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan semua wilayah di Madura.

Atas pemerataan itu akan semakin memperkuat potensi daerah. Investasi tidak hanya di bidang farmasi dan makanan, peluang untuk sumber daya yang masih terbuka lebar. "Seharusnya, investasi menyebar ke sejumlah daerah tersebut dan tidak terpusat," ujarnya.

Peluang di sektor pertanian, saat ini dari sisi demand cukup bagus, namun tidak ada garansi harga terhadap produk-produk pertanian. Contohnya, pada komoditi kedelai dan jagung.

Untuk jagung, petani sudah enggan menanam jagung. Seperti di daerah Mantub, Sambeng (Kabupaten Lamongan) sudah tidak berminat lagi menanam kedelai. "Karena setelah panen tidak ada yang mengaransi harga dan petani pasti rugi," pungkas Agus.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0845 seconds (0.1#10.140)