Ini empat lapangan migas andalan masa depan

Jum'at, 03 Januari 2014 - 15:02 WIB
Ini empat lapangan migas...
Ini empat lapangan migas andalan masa depan
A A A
Sindonews.com - Indonesia memiliki cekungan sedimen yang potensial dan kemungkinan besar mengandung hidrokarbon, terutama minyak dan gas. Penelitian geologi dan geofisika mengidentifikasi, terdapat 60 cekungan sedimen tersier tersebar di seluruh Indonesia, dimana 70 persen terletak di lepas pantai dan lebih dari setengahnya berada di laut dalam (deep water).

Hingga saat ini, telah ditandatangani 71 kontrak kerja sama migas di laut dalam dimana sekitar 4 lapangan laut dalam telah disetujui rencana pengembangan lapangan (PoD I) oleh pemerintah dan menjadi andalan produksi di masa depan.

Hal itu dipaparkan Dirjen Migas Kementerian ESDM A Edy Hermantoro ketika menjadi pembicara kunci pada acara Oil and Gas Intellectual Parade (OGIP) 2014 di Yogyakarta, baru-baru ini.

Empat lapangan yang telah mendapat persetujuan PoD I adalah Lapangan Jambu Aye Utara, Lapangan Gendalo dan Gehem (IDD Project), Lapangan Abadi serta Lapangan Jangkrik di Blok Muara Bakau.

Lapangan Jambu Aye Utara yang PoD I disetujui tahun 2012, direncanakan akan berproduksi 2014. Sedangkan IDD Project yang merupakan proyek laut dalam yang dikembangkan oleh Chevron Indonesia Company melalui 4 kontrak kerja sama yaitu KK Ganal, Rapak, Makassar Strait dan Muara Bakau, diharapkan dapat berproduksi pada 2018.

Lapangan Abadi yang dikembangkan Inpex Masela Ltd, diperkirakan memiliki cadangan terbukti sebesar 6,05 TCF. Inpex akan membangun kilang LNG terapung dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun (MTPA). Fasilitas yang membutuhkan investasi sebesar USD5 miliar ini, diharapkan dapat mulai berproduksi pada akhir 2016. Sementara untuk Lapangan Jangkrik yang dikembangkan oleh Eni Muara Bakau B.V, ditargetkan berproduksi di 2015.

Edy menjelaskan, lapangan laut dalam meski dianggap menjadi andalan sektor migas Indonesia di masa mendatang, teknologi yang akan digunakan dianggap masih terlalu mahal dan rumit untuk Indonesia. “Oleh karena itu, pemerintah perlu waktu untuk bekerja di dalamnya,” ujar Edy dikutip dari situs Ditjen Migas, Jumat (3/1/2014).

Sebagai gambaran, jika dibandingkan dengan pengembangan migas lepas pantai, pelaksanaan kegiatan eksplorasi di wilayah offshore, jauh berbeda dari pengembangan laut dalam. Utamanya dalam pemilihan fasilitas dan metode.

Contohnya, pemboran onshore hanya membutuhkan biaya USD5-10 juta, pengeboran di perairan dangkal mencapai USD20-25 juta, sedangkan untuk laut dalam membutuhkan biaya USD80-100 juta.

Untuk menarik investor mengembangkan lapangan laut dalam, pemerintah memberikan bagi hasil yang lebih baik yaitu 65:35 untuk minyak dan 60:40 untuk gas. Selain itu, tidak ada sumur eksplorasi dalam komitmen pasti serta pembebasan bea impor.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0781 seconds (0.1#10.140)