Pertambahan orang miskin Sulsel tertinggi kedua di RI
A
A
A
Sindonews.com - Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang tinggi tak menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Hal tersebut terlihat dari angka pertambahan orang miskin di Sulsel yang dalam enam bulan melonjak signifikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, periode Maret hingga September tahun ini, orang miskin di Sulsel bertambah 69,78 ribu orang atau 0,78 persen dengan total jumlah orang miskin mencapai 857,45 ribu atau 10,32 persen dari total penduduk.
Kepala BPS Sulsel Nursalam Dalle mengungkapkan, laju pertambahan itu menempatkan Sulsel berada di peringkat kedua tertinggi nasional di bawah Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan laju pertambahan 0,9 persen dan di atas Riau dengan 0,71 persen.
“Di periode Maret-September penduduk miskin perkotaan bertambah 12,56 ribu jiwa, sementara di daerah pedesaan bertambah 57,22 ribu jiwa. Untuk indeks kedalaman miskin pedesaan lebih tinggi dari perkotaan begitu pula dengan indeks keparahan kemiskinan. Sehingga memang dapat disimpulkan kemiskinan di pedasaan lebih para dari perkotaan,” ungkapnya, Minggu (5/1/2014).
Menurut Nursalam, selama Maret-September 2013, garis kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari Rp203,070 perkapita perbulan menjadi Rp217 per kapita perbulan dimana peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Adapun komoditi paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada September 2013, sumbangan pengeluaran beras terhadap garis kemiskinan sebesar 39,33 persen di pedesaan dan 36,58 persen di perkotaan.
“Faktor yang paling dominan menyebabkan melonjaknya angka kemiskinan adalah kenaikan BBM yang diikuti kenaikan harga-harga dan hal ini di luar kendali pemerintah,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang tidak menjadi jaminan turunnya angka kemiskinan. Sebab pertumbuhan ekonomi yang berimbas kepada masyarakat lebih disebabkan oleh industri padat karya bukan padat modal.
Diketahui, pertumbuhan industri padat modal di Sulsel secara year on year (YoY) pada periode September tumbuh 10 persen sementara industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja hanya tumbuh 4 persen saja.
Sementara itu, Kepala Biro Bina Kesejahteraan Pemprov Sulsel, Kurnia membantah jika jumlah warga miskin di Sulsel masih tinggi. Menurut dia, jumlah warga miskin di Sulsel setiap tahun turun rata-rata satu persen.
"Menurunkan angka kemiskinan kurang lebih satu persen setiap tahun itu sebuah prestasi yang luar biasa," ujarnya.
Kurnia menambahkan, untuk mengatasi permasalahan kemiskinan adalah hal yang sulit. Masalah kemiskinan tidak selalu tentang rendahnya tingkat ekonomi warga, tetapi juga masalah sosial, termasuk minimnya akses pendidikan dan kesehatan warga.
"Makanya Pemprov Sulsel dibawa kendali Bapak Gubernur (Syahrul Yasin Limpo) pada awal periodenya menjadikan program pendidikan dan kesehatan gratis sebagai prioritas dan itu sangat berhasil," ucapnya.
Menurut Kurnia, Biro Bina Kesejahteraan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai koordinasi dan pembinaan juga telah rutin melakukan pelatihan dan pembinaan bagi masyarakat miskin di daerah pesisir seperti Takalar dan kabupaten lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, periode Maret hingga September tahun ini, orang miskin di Sulsel bertambah 69,78 ribu orang atau 0,78 persen dengan total jumlah orang miskin mencapai 857,45 ribu atau 10,32 persen dari total penduduk.
Kepala BPS Sulsel Nursalam Dalle mengungkapkan, laju pertambahan itu menempatkan Sulsel berada di peringkat kedua tertinggi nasional di bawah Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan laju pertambahan 0,9 persen dan di atas Riau dengan 0,71 persen.
“Di periode Maret-September penduduk miskin perkotaan bertambah 12,56 ribu jiwa, sementara di daerah pedesaan bertambah 57,22 ribu jiwa. Untuk indeks kedalaman miskin pedesaan lebih tinggi dari perkotaan begitu pula dengan indeks keparahan kemiskinan. Sehingga memang dapat disimpulkan kemiskinan di pedasaan lebih para dari perkotaan,” ungkapnya, Minggu (5/1/2014).
Menurut Nursalam, selama Maret-September 2013, garis kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari Rp203,070 perkapita perbulan menjadi Rp217 per kapita perbulan dimana peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Adapun komoditi paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada September 2013, sumbangan pengeluaran beras terhadap garis kemiskinan sebesar 39,33 persen di pedesaan dan 36,58 persen di perkotaan.
“Faktor yang paling dominan menyebabkan melonjaknya angka kemiskinan adalah kenaikan BBM yang diikuti kenaikan harga-harga dan hal ini di luar kendali pemerintah,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang tidak menjadi jaminan turunnya angka kemiskinan. Sebab pertumbuhan ekonomi yang berimbas kepada masyarakat lebih disebabkan oleh industri padat karya bukan padat modal.
Diketahui, pertumbuhan industri padat modal di Sulsel secara year on year (YoY) pada periode September tumbuh 10 persen sementara industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja hanya tumbuh 4 persen saja.
Sementara itu, Kepala Biro Bina Kesejahteraan Pemprov Sulsel, Kurnia membantah jika jumlah warga miskin di Sulsel masih tinggi. Menurut dia, jumlah warga miskin di Sulsel setiap tahun turun rata-rata satu persen.
"Menurunkan angka kemiskinan kurang lebih satu persen setiap tahun itu sebuah prestasi yang luar biasa," ujarnya.
Kurnia menambahkan, untuk mengatasi permasalahan kemiskinan adalah hal yang sulit. Masalah kemiskinan tidak selalu tentang rendahnya tingkat ekonomi warga, tetapi juga masalah sosial, termasuk minimnya akses pendidikan dan kesehatan warga.
"Makanya Pemprov Sulsel dibawa kendali Bapak Gubernur (Syahrul Yasin Limpo) pada awal periodenya menjadikan program pendidikan dan kesehatan gratis sebagai prioritas dan itu sangat berhasil," ucapnya.
Menurut Kurnia, Biro Bina Kesejahteraan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai koordinasi dan pembinaan juga telah rutin melakukan pelatihan dan pembinaan bagi masyarakat miskin di daerah pesisir seperti Takalar dan kabupaten lainnya.
(gpr)