Koreksi harga elpiji, Pertamina harus RUPS lagi
A
A
A
Sindonews.com - Kenaikan harga Elpiji 12 kilogram (kg) yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) telah membuat masyarakat pengguna elpiji 3 kg turut kena imbasnya. Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengadakan koordinasi dengan menteri terkait guna mencari solusi yang tidak merugikan negara.
Menteri ESDM Jero Wacik mengungkapkan, masalah kenaikan harga Elpiji 12 kg ini sudah dibahas dengan BPK dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Menurutnya, salah satu poin yang dibahas adalah masalah potensi kerugian negara akibat penjualan elpiji 12 kg.
"Menaikan Elpiji yang masuk kategori non subsidi itu kewenangan korporat, karena kewenangan korporat dia tidak ada kewajiban konsultasi ke saya. Sama kaya Pertamax ya, tidak perlu konsultasi ke saya," jelas Jero di Gedung BPK, Jakarta, Senin (6/1/2014).
Sayangnya, akibat kenaikan harga yang cukup fantastis ini, maka terjadi masyarakat respons negatif yang begitu besar di pasaran. Masyarakat pengguna Elpiji 12 kg, beramai-ramai bergerser elpiji 3 kg yang merupakan tabung gas bersubsidi.
Jero melanjutkan, perihal kenaikan harga tabung gas biru ini memang sudah dia ketahui sejak 30 Desember. Meski demikian, dia menilai bagaimanapun masalah gas sangat sensitif sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam eksekusi kenaikan harga ini.
"Pemerintah tidak bisa mengambil keputusan, keputusan ini hasil RUPS, ini kewenangan Pertamina. Pertamina kan dimaksud BPK mempertimbangkan kemampuan rakyat. Kita dengarkan (BPK) agar tidak salah. Jadi kalau mau mengoreksi harga itu, RUPS lagi," tukas dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Dahlan Iskan bersama beberapa menteri lain dan juga Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Dahlan, kedatangannya bersama beberapa menteri lain adalah untuk berkonsultasi apakah bisa diadakan perbaikan terhadap kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) mengingat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menghendaki kenaikan tersebut.
"Kita ingin berkonsultasi ke BPK boleh enggak, misalnya ada perbaikan, meskipun masih rugi tapi harga elpiji tidak besar yang penting ada koreksi dari temuan BPK itu," ujarnya di lokasi yang sama.
Dahlan melanjutkan, keputusan Pertamina menaikkan harga elpiji 1 Januari 2014 lalu merupakan salah satu tindak lanjut atas penemuan BPK, dimana dalam pemeriksaan tahunan, BPK mencatat bahwa Pertamina mengalami kerugian Rp7 triliun dimana yang terbesar muncul dari elpiji 12 kg.
"Nah, kemudian ada rekomendasi elpiji naik, tapi memang dibatas waktu 60 hari, tapi tidak hanya itu rekomendasinya," tambahnya.
Dahlan melanjutkan, melalui segala upaya yang dilakukan, ia memastikan bahwa harga elpiji 12 kg akan segera diturunkan. Menurutnya, Presiden SBY keberatan dengan kenaikan harga dengan jumlah sebesar itu.
"Sudah pasti (akan ada kemungkinan penurunan harga), Presiden menghendaki jangan setinggi itulah kenaikannya. Namun menurut Dirut Pertamina kenaikan itu pun masih rugi, dan sudah memutuskan jangan naik setinggi itu. Jadi kita perlu konsultasi dengan BPK terkait ini," pungkasnya.
Menteri ESDM Jero Wacik mengungkapkan, masalah kenaikan harga Elpiji 12 kg ini sudah dibahas dengan BPK dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Menurutnya, salah satu poin yang dibahas adalah masalah potensi kerugian negara akibat penjualan elpiji 12 kg.
"Menaikan Elpiji yang masuk kategori non subsidi itu kewenangan korporat, karena kewenangan korporat dia tidak ada kewajiban konsultasi ke saya. Sama kaya Pertamax ya, tidak perlu konsultasi ke saya," jelas Jero di Gedung BPK, Jakarta, Senin (6/1/2014).
Sayangnya, akibat kenaikan harga yang cukup fantastis ini, maka terjadi masyarakat respons negatif yang begitu besar di pasaran. Masyarakat pengguna Elpiji 12 kg, beramai-ramai bergerser elpiji 3 kg yang merupakan tabung gas bersubsidi.
Jero melanjutkan, perihal kenaikan harga tabung gas biru ini memang sudah dia ketahui sejak 30 Desember. Meski demikian, dia menilai bagaimanapun masalah gas sangat sensitif sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam eksekusi kenaikan harga ini.
"Pemerintah tidak bisa mengambil keputusan, keputusan ini hasil RUPS, ini kewenangan Pertamina. Pertamina kan dimaksud BPK mempertimbangkan kemampuan rakyat. Kita dengarkan (BPK) agar tidak salah. Jadi kalau mau mengoreksi harga itu, RUPS lagi," tukas dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Dahlan Iskan bersama beberapa menteri lain dan juga Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Dahlan, kedatangannya bersama beberapa menteri lain adalah untuk berkonsultasi apakah bisa diadakan perbaikan terhadap kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) mengingat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menghendaki kenaikan tersebut.
"Kita ingin berkonsultasi ke BPK boleh enggak, misalnya ada perbaikan, meskipun masih rugi tapi harga elpiji tidak besar yang penting ada koreksi dari temuan BPK itu," ujarnya di lokasi yang sama.
Dahlan melanjutkan, keputusan Pertamina menaikkan harga elpiji 1 Januari 2014 lalu merupakan salah satu tindak lanjut atas penemuan BPK, dimana dalam pemeriksaan tahunan, BPK mencatat bahwa Pertamina mengalami kerugian Rp7 triliun dimana yang terbesar muncul dari elpiji 12 kg.
"Nah, kemudian ada rekomendasi elpiji naik, tapi memang dibatas waktu 60 hari, tapi tidak hanya itu rekomendasinya," tambahnya.
Dahlan melanjutkan, melalui segala upaya yang dilakukan, ia memastikan bahwa harga elpiji 12 kg akan segera diturunkan. Menurutnya, Presiden SBY keberatan dengan kenaikan harga dengan jumlah sebesar itu.
"Sudah pasti (akan ada kemungkinan penurunan harga), Presiden menghendaki jangan setinggi itulah kenaikannya. Namun menurut Dirut Pertamina kenaikan itu pun masih rugi, dan sudah memutuskan jangan naik setinggi itu. Jadi kita perlu konsultasi dengan BPK terkait ini," pungkasnya.
(gpr)