Masih mahal, jaringan gas perkotaan sulit diwujudkan

Selasa, 07 Januari 2014 - 20:31 WIB
Masih mahal, jaringan gas perkotaan sulit diwujudkan
Masih mahal, jaringan gas perkotaan sulit diwujudkan
A A A
Sindonews.com - Pemerintah masih bingung dengan wacana mewujudkan penggunaan gas alam yang dapat dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga layaknya penggunaan listrik dan air.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebut hal tersebut masih cukup sulit dilakukan. Pasalnya, infrastruktur yang harus dibangun untuk membuat jaringan gas perkotaan sangat mahal.

"Lagipula kalau masih ada elpiji 3 kilogram yang disubsidi siapa yang mau pindah ke gas perkotaan," ujar Bambang di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/1/2013).

Namun, lanjutnya, walaupun mahal, Bambang melihat gas perkotaan ini sangat bagus apabila ingin dikembangkan dengan serius selain berfungsi untuk mengurangi subsidi elpiji yang diberikan selama ini oleh pemerintah.

Salah satu negara yang disebut Bambang berhasil hijrah menggunakan gas perkotaan adalah Amerika Serikat. Dimana setiap rumah dan apartemen di AS sudah dilengkapi jaringan gas layaknya air minum dan listrik.

"Memang mahal dibandingkan elpiji, namun kita harus segera memulai pengembanagn gas perkotaan ini," tandas Bambang.

Sebelumnya diberitakan, Di tengah kontroversi kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) dari PT Pertamina (Persero), ribuan pelanggan gas rumah tangga PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tenang-tenang saja karena tetap bisa menikmati gas murah.

Warga Rumah Susun (Rusun) di kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta merupakan salah satu pemukiman masyarakat yang menerapan penggunaan gas bumi bagi rumah tangga. Sejak lama warga Rusun ini mengharapkan agar penggunaan gas bumi bagi rumah tangga dapat disebarluaskan ke wilayah lainnya agar kericuhan terkait elpiji tidak terjadi lagi.

Teguh Jatmiko, seorang warga Rusun mengatakan, dirinya bersama warga lainnya telah menggunakan gas bumi yang dikelola PGN sejak berdirinya Rusun ini pada 1996 lalu.

Dipilihnya gas bumi sebagai sumber bahan bakar rumah tangga, kata Jatmiko, dikarenakan selain biayanya yang murah dan keamanannya yang relatif baik.

"Sebulan itu kita hanya bayar Rp26.250 per 10 kubik gas. 10 kubik itu untuk satu bulan sudah lebih dari cukup, jadi sangat murah. Ini juga aman, karena kalau ada bau-bau gas, petugas penanganannya cepat. Dari 1996 sampai sekarang belum pernah saya dengar ada yang meledak," terang dia kepada Sindonews, kemarin.

Selain penggunaannya yang relatif mudah, mekanisme pembayarannya pun tergolong sederhana sehingga tidak membebani penggunanya. "Kita cukup bayar bulanan saja seperti bayar listrik. Bisa bayar langsung bisa transfer. Jadi kan gak perlu bawa-bawa tabung gas," kata dia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4729 seconds (0.1#10.140)