Pencabutan subsidi listrik golongan industri dinilai tepat
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat BUMN, Said Didu menilai rencana pencabutan subsidi listrik bagi golongan industri tertentu melalui penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) secara bertahap sudah tepat. Korporasi yang sudah melantai di bursa memang tidak berhak mendapat subsidi listrik dari negara.
"Itu langkah bagus. Memang perlu ada pembenahan secara serius terkait subsidi listrik karena selama ini banyak salah sasaran," tegas Said Didu kepada wartawan, baru-baru ini.
Ia mengatakan, selama ini banyak perusahaan menikmati subsidi listrik, tak terkecuali perusahaan asing. "Masa perusahaan swasta menikmati subsidi memakai uang rakyat," ujar Said.
Ia mengingatkan, prinsip subsidi untuk kepentingan publik bukan kepentingan perusahaan atau korporasi. "Kalau subsidi yang menikmati harus orang miskin. Itu prinsip subsidi," tandasnya.
Soal ada penolakan, ia menganggap hal yang wajar. Yang paling penting sekarang ini pemerintah harus memperbaiki mekanisme subsidi agar lebih berpihak pada masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform, Febby Tumiwa menambahkan, subsidi listrik untuk kalangan industri memang harus dicabut. Dia yakin, pengusaha bisa menyesuaikan karena nantinya bisa menggunakan teknologi lain yang lebih hemat.
Mekanisme pencabutan subsidi per kuartal juga dinilai Febby sudah tepat. "Terpenting itu tentu saja kepastian bagi industri. Kapan dilakukan dan pemerintah mengumumkan secara jelas," tegasnya.
Pemerintah memastikan akan melakukan pencabutan subsidi listrik bagi golongan industri tertentu melalui penyesuaian TDL secara bertahap mulai tahun depan. Langkah ini bisa menghemat sekitar Rp10,96 triliun.
Industri yang akan dicabut subsidi listriknya berasal dari golongan industri menengah I-3 dengan daya di atas 200 kVA yang sudah go public dan industri besar I-4 dengan daya 30.000 kVA ke atas. Untuk kategori industri tersebut (I-3 go public dan I-4) berasal dari BUMN dan non BUMN serta berada di Jawa dan di luar Jawa.
Pencabutan subsidi melalui penyesuaian TDL akan dilakukan secara bertahap untuk mengurangi tekanan "seketika" kenaikan biaya bagi perusahaan. Penyesuaian TDL sebesar 8,6 persen setiap triwulan bagi golongan I-3 go public dan penyesuaian TDL sebesar 13,3 persen setiap triwulan untuk golongan I-4.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan subsidi listrik pada 2014 sebesar Rp87,2 triliun. Usulan tersebut menggunakan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD106 per barel dan nilai tukar rupiah Rp9.750 per dolar AS.
Namun, rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat disepakati subsidi listrik tahun depan Rp71,36 triliun (25,2 persen) dari total subsidi energi yang dianggarkan tahun depan. Subsidi listrik tersebut dengan perubahan sejumlah asumsi makro seperti ICP menjadi USD105 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp10.500 per dolar AS.
Dengan pencabutan subsidi ini, pemerintah akan bisa menghemat hingga Rp10,96 triliun. Penghematan ini berasal dari penerapan tariff adjustment sebesar Rp2 triliun, lalu penghapusan subsidi pelanggan I-4 Rp7,57 triliun dan penghapusan subsidi pelanggan I-3 yang go public Rp1,39 triliun.
"Itu langkah bagus. Memang perlu ada pembenahan secara serius terkait subsidi listrik karena selama ini banyak salah sasaran," tegas Said Didu kepada wartawan, baru-baru ini.
Ia mengatakan, selama ini banyak perusahaan menikmati subsidi listrik, tak terkecuali perusahaan asing. "Masa perusahaan swasta menikmati subsidi memakai uang rakyat," ujar Said.
Ia mengingatkan, prinsip subsidi untuk kepentingan publik bukan kepentingan perusahaan atau korporasi. "Kalau subsidi yang menikmati harus orang miskin. Itu prinsip subsidi," tandasnya.
Soal ada penolakan, ia menganggap hal yang wajar. Yang paling penting sekarang ini pemerintah harus memperbaiki mekanisme subsidi agar lebih berpihak pada masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform, Febby Tumiwa menambahkan, subsidi listrik untuk kalangan industri memang harus dicabut. Dia yakin, pengusaha bisa menyesuaikan karena nantinya bisa menggunakan teknologi lain yang lebih hemat.
Mekanisme pencabutan subsidi per kuartal juga dinilai Febby sudah tepat. "Terpenting itu tentu saja kepastian bagi industri. Kapan dilakukan dan pemerintah mengumumkan secara jelas," tegasnya.
Pemerintah memastikan akan melakukan pencabutan subsidi listrik bagi golongan industri tertentu melalui penyesuaian TDL secara bertahap mulai tahun depan. Langkah ini bisa menghemat sekitar Rp10,96 triliun.
Industri yang akan dicabut subsidi listriknya berasal dari golongan industri menengah I-3 dengan daya di atas 200 kVA yang sudah go public dan industri besar I-4 dengan daya 30.000 kVA ke atas. Untuk kategori industri tersebut (I-3 go public dan I-4) berasal dari BUMN dan non BUMN serta berada di Jawa dan di luar Jawa.
Pencabutan subsidi melalui penyesuaian TDL akan dilakukan secara bertahap untuk mengurangi tekanan "seketika" kenaikan biaya bagi perusahaan. Penyesuaian TDL sebesar 8,6 persen setiap triwulan bagi golongan I-3 go public dan penyesuaian TDL sebesar 13,3 persen setiap triwulan untuk golongan I-4.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan subsidi listrik pada 2014 sebesar Rp87,2 triliun. Usulan tersebut menggunakan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD106 per barel dan nilai tukar rupiah Rp9.750 per dolar AS.
Namun, rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat disepakati subsidi listrik tahun depan Rp71,36 triliun (25,2 persen) dari total subsidi energi yang dianggarkan tahun depan. Subsidi listrik tersebut dengan perubahan sejumlah asumsi makro seperti ICP menjadi USD105 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp10.500 per dolar AS.
Dengan pencabutan subsidi ini, pemerintah akan bisa menghemat hingga Rp10,96 triliun. Penghematan ini berasal dari penerapan tariff adjustment sebesar Rp2 triliun, lalu penghapusan subsidi pelanggan I-4 Rp7,57 triliun dan penghapusan subsidi pelanggan I-3 yang go public Rp1,39 triliun.
(gpr)