Hanya 17% masyarakat dan mahasiswa yang paham AEC
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga penelitian Center for International Relations Studies (CIReS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar penelitian seputar kebijakan dan persepsi pemerintah terkait ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Sasaran penelitian dilakukan di tiga kota besar yakni Jakarta, Makassar, dan Surabaya dengan responden pemerintah daerah, masyarakat umum, dan mahasiswa.
Peneliti CIReS FISIP UI Sofwan Albanna mengatakan, hasil penelitiannya menyebutkan adanya kesenjangan persepsi antara pemerintah lokal dan pemerintah pusat terkait kesadaran soal AEC 2015. Tak hanya itu, kata Sofwan, rupanya banyak pemerintah daerah tidak paham soal AEC.
"Ada gap awareness. Kami hanya mengajukan pertanyaan 'kapan sih AEC dimulai?' Hanya 5-10 persen yang mengetahuinya, meskipun demikian wajar. Itu jadi indikasi mengukur kesadaran dan pengetahuan para PNS di tiga kota besar itu," ujarnya di Gedung Auditorium Juwono Sudarsono (29/01/2014).
Ia juga mengkritik pemerintah pusat yang masih asyik sendiri dengan program masing-masing namun sosialisasi ke bawah dirasa kurang. Bahkan, lanjutnya, hanya 17 persen masyarakat umum termasuk mahasiswa yang mengetahui soal AEC.
"Ini dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah agar kita siap menghadapi AEC 2015, cuma 17 persen masyarakat umum termasuk mahasiswa yang mengetahuinya, dan hanya 2 persen yang sadar akan keuntungannya, kenapa kami memilih Pemda karena mereka yang paling berdampak langsung nantinya, dan yang bisa bersaing hanya yang punya modal dan skill," tegasnya.
Director of MPA Executive Program National Institute for Development Affairs (NIDA) Thailand, Achakorn Wongpreedee mengatakan, di Thailand persiapan dan implementasi AEC 2015 di sana masih terkendala masalah anggaran dan infrastruktur. Hal itu terlihat dari kesenjangan anggaran untuk pemerintah daerah hanya 28 persen dari 100 bath Thailand.
"100 bath untuk pusat, tapi hanya 28 persen untuk pemerintah lokal. Strategi pemerintah lokal, enggak bisa lakukan apa saja untuk 28 persen itu. Strategi nasional untuk AEC di level pusat, di Thailand ada 20 menteri, 300 departemen, semuanya pasti punya rencana dan strategi," jelasnya.
Achakorn menambahkan, banyak hal yang harus diperbaiki seperti infrastruktur lokal, banyak pembangunan di pedesaan, jembatan di mana semuanya membutuhkan banyak dana.
"Butuh banyak uang untuk konstruksi. Lalu untuk manajemen bencana. Persiapan yang bagus, punya rencana nasional, menteri di departemen, dan pemerintah. Butuh banyak uang untuk mewujudkan kesiapan itu," tutupnya.
Sasaran penelitian dilakukan di tiga kota besar yakni Jakarta, Makassar, dan Surabaya dengan responden pemerintah daerah, masyarakat umum, dan mahasiswa.
Peneliti CIReS FISIP UI Sofwan Albanna mengatakan, hasil penelitiannya menyebutkan adanya kesenjangan persepsi antara pemerintah lokal dan pemerintah pusat terkait kesadaran soal AEC 2015. Tak hanya itu, kata Sofwan, rupanya banyak pemerintah daerah tidak paham soal AEC.
"Ada gap awareness. Kami hanya mengajukan pertanyaan 'kapan sih AEC dimulai?' Hanya 5-10 persen yang mengetahuinya, meskipun demikian wajar. Itu jadi indikasi mengukur kesadaran dan pengetahuan para PNS di tiga kota besar itu," ujarnya di Gedung Auditorium Juwono Sudarsono (29/01/2014).
Ia juga mengkritik pemerintah pusat yang masih asyik sendiri dengan program masing-masing namun sosialisasi ke bawah dirasa kurang. Bahkan, lanjutnya, hanya 17 persen masyarakat umum termasuk mahasiswa yang mengetahui soal AEC.
"Ini dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah agar kita siap menghadapi AEC 2015, cuma 17 persen masyarakat umum termasuk mahasiswa yang mengetahuinya, dan hanya 2 persen yang sadar akan keuntungannya, kenapa kami memilih Pemda karena mereka yang paling berdampak langsung nantinya, dan yang bisa bersaing hanya yang punya modal dan skill," tegasnya.
Director of MPA Executive Program National Institute for Development Affairs (NIDA) Thailand, Achakorn Wongpreedee mengatakan, di Thailand persiapan dan implementasi AEC 2015 di sana masih terkendala masalah anggaran dan infrastruktur. Hal itu terlihat dari kesenjangan anggaran untuk pemerintah daerah hanya 28 persen dari 100 bath Thailand.
"100 bath untuk pusat, tapi hanya 28 persen untuk pemerintah lokal. Strategi pemerintah lokal, enggak bisa lakukan apa saja untuk 28 persen itu. Strategi nasional untuk AEC di level pusat, di Thailand ada 20 menteri, 300 departemen, semuanya pasti punya rencana dan strategi," jelasnya.
Achakorn menambahkan, banyak hal yang harus diperbaiki seperti infrastruktur lokal, banyak pembangunan di pedesaan, jembatan di mana semuanya membutuhkan banyak dana.
"Butuh banyak uang untuk konstruksi. Lalu untuk manajemen bencana. Persiapan yang bagus, punya rencana nasional, menteri di departemen, dan pemerintah. Butuh banyak uang untuk mewujudkan kesiapan itu," tutupnya.
(gpr)