Inflasi di China Januari 2,5%
A
A
A
Sindonews.com - Tingkat inflasi China stabil di 2,5 persen pada Januari 2014 dan analis memperingatkan bahwa angka tersebut menunjukkan prospek pertumbuhan ekonomi melemah terbesar kedua di dunia.
Seperti dikutip dari AFP, Jumat (14/2/2014), angka indeks harga konsumen (CPI) yang diumumkan oleh Biro Statistik Nasional (NBS) tidak berubah dari Desember, tapi lebih tinggi dari rata-rata 2,3 persen yang diperkirakan dalam jajak pendapat dari 11 ekonom oleh Wall Street Journal.
Analis NBS, Yu Qiumei mengatakan, kenaikan CPI terutama didorong oleh kenaikan 3,7 persen harga pangan pada bulan lalu. CPI China merupakan ukuran utama inflasi, naik sebesar 2,6 persen pada 2013, tidak berubah dari 2012 dan jauh di bawah target 3,5 persen yang ditetapkan pemerintah.
Inflasi di negara tersebut telah melambat sejak 2011, ketika CPI tahunan naik menjadi 5,4 persen dan mempertahankan pertumbuhan dalam menghadapi kesengsaraan ekonomi domestik dan luar negeri dan menjadi prioritas yang lebih tinggi untuk Beijing.
Sementara, indeks harga produsen yang mengukur biaya barang di pabrik, menurun sebesar 1,6 persen pada bulan Januari, atau memburuk dari penurunan 1,4 persen pada Desember.
Para analis mengatakan, inflasi yang terjaga ini permintaan domestik masih lemah, dan menjadi pertanda buruk bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini.
"Profil inflasi ini benar-benar tinggi atas risiko penurunan ekonomi China," kata ekonom ANZ Liu Li-Gang dan Zhou Hao.
Menurutnya, pemerintah harus menurunkan target pertumbuhan ke level 7,0 persen tahun ini dari 7,5 persen tahun lalu demi menghindari kebutuhan untuk stimulus dan memungkinkan peluang untuk reformasi struktural yang sangat dibutuhkan di negara itu.
EKonom Bank of America Merrill Lynch, Ting Lu Zhi dan Xiaojia mengatakan data yang lemah pemerintah disarankan tidak mungkin untuk menghadapi tekanan untuk mengetatkan kebijakan moneter.
"Inflasi yang terjaga akan mendukung kebijakan moneter yang netral," kata mereka dalam sebuah catatan penelitian.
Seperti dikutip dari AFP, Jumat (14/2/2014), angka indeks harga konsumen (CPI) yang diumumkan oleh Biro Statistik Nasional (NBS) tidak berubah dari Desember, tapi lebih tinggi dari rata-rata 2,3 persen yang diperkirakan dalam jajak pendapat dari 11 ekonom oleh Wall Street Journal.
Analis NBS, Yu Qiumei mengatakan, kenaikan CPI terutama didorong oleh kenaikan 3,7 persen harga pangan pada bulan lalu. CPI China merupakan ukuran utama inflasi, naik sebesar 2,6 persen pada 2013, tidak berubah dari 2012 dan jauh di bawah target 3,5 persen yang ditetapkan pemerintah.
Inflasi di negara tersebut telah melambat sejak 2011, ketika CPI tahunan naik menjadi 5,4 persen dan mempertahankan pertumbuhan dalam menghadapi kesengsaraan ekonomi domestik dan luar negeri dan menjadi prioritas yang lebih tinggi untuk Beijing.
Sementara, indeks harga produsen yang mengukur biaya barang di pabrik, menurun sebesar 1,6 persen pada bulan Januari, atau memburuk dari penurunan 1,4 persen pada Desember.
Para analis mengatakan, inflasi yang terjaga ini permintaan domestik masih lemah, dan menjadi pertanda buruk bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini.
"Profil inflasi ini benar-benar tinggi atas risiko penurunan ekonomi China," kata ekonom ANZ Liu Li-Gang dan Zhou Hao.
Menurutnya, pemerintah harus menurunkan target pertumbuhan ke level 7,0 persen tahun ini dari 7,5 persen tahun lalu demi menghindari kebutuhan untuk stimulus dan memungkinkan peluang untuk reformasi struktural yang sangat dibutuhkan di negara itu.
EKonom Bank of America Merrill Lynch, Ting Lu Zhi dan Xiaojia mengatakan data yang lemah pemerintah disarankan tidak mungkin untuk menghadapi tekanan untuk mengetatkan kebijakan moneter.
"Inflasi yang terjaga akan mendukung kebijakan moneter yang netral," kata mereka dalam sebuah catatan penelitian.
(izz)