Kapal nelayan 30 GT diizinkan konsumsi BBM bersubsidi
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mengizinkan seluruh jenis kapal nelayan menggunkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dengan volume 25 kiloliter (kl) per bulan.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Saleh Abdurrahman menuturkan, Menteri ESDM Jero Wacik telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM yang membolehkan seluruh nelayan mengkonsumsi solar bersubsidi.
Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna tertentu yang melarang nelayan dengan kapal 30 Gross Ton (GT) tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.
“Menteri ESDM telah menandatangani Permen ESDM No.6/2014 sebagai pengganti Permen ESDM No.18. Aturan ini dikeluarkan untuk tidak lagi membatasi jenis kapal mengkonsumsi solar bersubsidi,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Menurut Saleh, Permen ini telah terbit pada Kamis (20/2/2014) kemudian aturan ini dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk segera diundangkan dan efektif dalam 1-2 hari ini.
Kendati begitu, tidak semua kapal dapat mengkonsumsi BBM bersubsidi karena terdapat sejumlah peraturan yang harus dipenuhi selain dari Kementerian ESDM yakni, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Satuan Kerja Perangkat Desa yang membidangi masalah kelautan dan perikanan.
Seperti diketahui, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan surat No. 29/07/Ka. BPH/2014 yang memerintah PT Pertamina (persero), PT AKR Corporindo Tbk dan PT Surya Niaga selaku pelaksana distribusi BBM bersubsidi untuk tidak menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan yang mennggunakan kapal 30 GT mulai akhir Januari 2014.
Surat tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Bahan Bakar Minyak Tertentu. Dalam belei disebutkan pengguna solar di sektor perikanan adalah nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dan terdaftar di SKPD provinsi/kabupaten/kota yang membidangi perikanan.
Namun dengan terbitnya peraturan ini maka aturan BPH Migas yang ditandatangani oleh Kepala BPH Migas No. 29 tanggal 18 Januari 2014 gugur. “Dengan terbitnya Permen ini maka surat edaran BPH Migas gugur dengan sendirinya,” ungkap Saleh.
Direktur Pusat Kebijakan Publik Sofyano Zakaria sebelumnya medesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut aturan BPH Migas tersebut. Menurut Sofyano, aturan BPH Migas bertentangan dengan Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2013 yang tidak tegas melarang nelayan dengan kapal 30 GT untuk tidak mengkonsumsi solar bersubsidi.
“Kami mendesak agar presiden mencabut perintah BPH Migas. Kalau ingin melarang maka harus tegas. Aturannya direvisi,” kata dia.
Bahkan menurut Sofyano, aturan BPH Migas dikeluarkan tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu kepada para nelayan pengguna kapal 30 GT. Sehingga menimbulkan masalah terhadap distributor BBM bersubsidi di lapangan.
“Potensi larangan ini menimbulkan masalah distribusi di lapangan sehingga tidak menguntungkan pelaku penyalur BBM bersubsidi,” pungkas dia.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Saleh Abdurrahman menuturkan, Menteri ESDM Jero Wacik telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM yang membolehkan seluruh nelayan mengkonsumsi solar bersubsidi.
Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna tertentu yang melarang nelayan dengan kapal 30 Gross Ton (GT) tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.
“Menteri ESDM telah menandatangani Permen ESDM No.6/2014 sebagai pengganti Permen ESDM No.18. Aturan ini dikeluarkan untuk tidak lagi membatasi jenis kapal mengkonsumsi solar bersubsidi,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Menurut Saleh, Permen ini telah terbit pada Kamis (20/2/2014) kemudian aturan ini dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk segera diundangkan dan efektif dalam 1-2 hari ini.
Kendati begitu, tidak semua kapal dapat mengkonsumsi BBM bersubsidi karena terdapat sejumlah peraturan yang harus dipenuhi selain dari Kementerian ESDM yakni, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Satuan Kerja Perangkat Desa yang membidangi masalah kelautan dan perikanan.
Seperti diketahui, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan surat No. 29/07/Ka. BPH/2014 yang memerintah PT Pertamina (persero), PT AKR Corporindo Tbk dan PT Surya Niaga selaku pelaksana distribusi BBM bersubsidi untuk tidak menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan yang mennggunakan kapal 30 GT mulai akhir Januari 2014.
Surat tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Bahan Bakar Minyak Tertentu. Dalam belei disebutkan pengguna solar di sektor perikanan adalah nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dan terdaftar di SKPD provinsi/kabupaten/kota yang membidangi perikanan.
Namun dengan terbitnya peraturan ini maka aturan BPH Migas yang ditandatangani oleh Kepala BPH Migas No. 29 tanggal 18 Januari 2014 gugur. “Dengan terbitnya Permen ini maka surat edaran BPH Migas gugur dengan sendirinya,” ungkap Saleh.
Direktur Pusat Kebijakan Publik Sofyano Zakaria sebelumnya medesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut aturan BPH Migas tersebut. Menurut Sofyano, aturan BPH Migas bertentangan dengan Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2013 yang tidak tegas melarang nelayan dengan kapal 30 GT untuk tidak mengkonsumsi solar bersubsidi.
“Kami mendesak agar presiden mencabut perintah BPH Migas. Kalau ingin melarang maka harus tegas. Aturannya direvisi,” kata dia.
Bahkan menurut Sofyano, aturan BPH Migas dikeluarkan tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu kepada para nelayan pengguna kapal 30 GT. Sehingga menimbulkan masalah terhadap distributor BBM bersubsidi di lapangan.
“Potensi larangan ini menimbulkan masalah distribusi di lapangan sehingga tidak menguntungkan pelaku penyalur BBM bersubsidi,” pungkas dia.
(gpr)