APBI sampaikan usulan terkait kenaikan royalti batu bara

Selasa, 25 Februari 2014 - 18:27 WIB
APBI sampaikan usulan terkait kenaikan royalti batu bara
APBI sampaikan usulan terkait kenaikan royalti batu bara
A A A
Sindonews.com - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala mengatakan, sudah menyampaikan usulan kepada pemerintah terkait kenaikan tarif royalti batu bara sebesar 13,5 persen kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak November 2013 lalu. Namun begitu, akhir keputusan berada di pemerintah.

“Yang jelas kami sudah sampaikan usulan. Tapi semuanya tergantung kepada pemerintah,” kata dia saat dihubungi, Selasa (25/2/2014).

Dia mengatakan, tarif royalti batu bara di Indonesia tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain apalagi sampai di atas 13,5 persen. Saat ini royalti untuk pemegang PKP2B 13,5 persen dan royalti IUP 3-7 persen.

Bahkan Supriatna mengaku, hingga kini rancana ini belum mendapatkan persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Kenaikan royalti adalah perintah dari Kementerian Keuangan kemudian Kementerian ESDM menyusun draftnya,” kata dia.

Data Kementerian ESDM menyebutkan, royalti saat ini dikisaran 2-7 persen. Pemerintah akan merinci perubahan royalti berdasarkan jenis batu bara, menjadi 10 persen untuk royalti batu bara open pit dengan kalori kurang dari 5.100 Kkal/kg. Sedangkan untuk kalori 5.100-6.100 sekitar 12 persen dan kalori lebih dari 6.100 sebesar 13,5 persen.

Sebelumnya diberitakan, Direktur Eksekutif Indonesian Mining and Energy Studies Erwin Usman mengatakan, jika pemerintah benar-benar menaikan royalti maka kemudian bisnis di sektor ini menjadi tak kompetitif di saat harga batu bara di bawah USD100 per ton. Bahkan jika pemerintah menerapkan kebijakan ini industri tambang terancam gulung tikar.

“Daripada menaikkan royalti sebaiknya pemerintah memaksimalkan penerimaan royalti. Terutama bagi pemegang IUP dan PKP2B,” ujarnya.

Ia menyebut, dari analisa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun lalu sebagian besar para insutri tambang belum menyetorkan royaltinya. Hal itu membuat penerimaan negara tidak maksimal dan menimbulkan kerugian cukup besar di sektor energi dan sumber daya mineral. “Mengapa tidak ini dulu yang dikejar dimaksimalkan. Tidak lantas menaikan royalti,” jelasnya.

Menurutnya, pembahasan rencana kenaikan royalti tidak melibatkan para pengusaha tambang. Padahal dampak penderitaan dari kenaikan royalti bersinggungan erat dengan para pengusaha.

“Para pengusaha tidak dilibatkan. Sebaiknya partisipasi aktif para user dilibatkan sebab para pengusaha yang terkena dampak jika kenaikan royalti benar-benar dilakukan,” ujarnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9016 seconds (0.1#10.140)