Menperin: Roadmap industri tembakau harus jalan
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menjalankan roadmap sektor industri tembakau nasional hingga 2025 dan menyerahkan masalah ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kami hanya memberikan laporan dan catatan mengenai industri rokok dan komunitas tembakau di Indonesia kepada Menteri Kesehatan. Dalam roadmap industri tembakau nasional, sudah menggambarkan peta jalan dan volume produksi rokok nasional,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat di Jakarta, Senin (7/4/2014).
Roadmap sektor industri, menurut Hidayat, harus dijalankan dan melindungi sektor industri nasional. “Industri nasional khususnya sektor tembakau harus tetap tumbuh dan 6 juta lebih tenaga kerja harus dipikirkan ketika ratifikasi FCTC dijalankan dan pemerintah konsen masalah kesehatan. Masalah ratifikasi FCTC sepenuhnya diserahkan kepada kepala negara karena itu hak prerogatifnya,” paparnya.
Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz mengatakan, peraturan FCTC pada pasal 6 mengatur pengenaan cukai dan pajak tembakau serta rokok setinggi mungkin supaya bisa mengurangi konsumsi rokok.
“Dengan harga cukai dan pajak yang tinggi, akan mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap rokok menurun. Hal ini membuat jutaan masyarakat akan kehilangan mata pencaharian dari industri hasil tembakau (IHT),” ujarnya.
Hasan menambahkan, berdasarkan data-data pasar rokok gelap di dunia setelah kebijakan FCTC diterapkan, harga rokok yang tinggi telah memicu perdagangan rokok gelap di berbagai negara karena melampaui angka psikologis kemampuan daya beli masyarakat.
“Data-data World Health Organization (WHO), setelah penerapan FCTC di beberapa negara, peredaran rokok ilegal mencapai 10% atau senilai Rp300 triliun. Untuk Indonesia, ratifikasi FCTC sangat berbahaya dan rokok kretek merupakan martabat bangsa. Kami menolak ratifikasi FCTC,” tuturnya.
“Kami hanya memberikan laporan dan catatan mengenai industri rokok dan komunitas tembakau di Indonesia kepada Menteri Kesehatan. Dalam roadmap industri tembakau nasional, sudah menggambarkan peta jalan dan volume produksi rokok nasional,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat di Jakarta, Senin (7/4/2014).
Roadmap sektor industri, menurut Hidayat, harus dijalankan dan melindungi sektor industri nasional. “Industri nasional khususnya sektor tembakau harus tetap tumbuh dan 6 juta lebih tenaga kerja harus dipikirkan ketika ratifikasi FCTC dijalankan dan pemerintah konsen masalah kesehatan. Masalah ratifikasi FCTC sepenuhnya diserahkan kepada kepala negara karena itu hak prerogatifnya,” paparnya.
Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz mengatakan, peraturan FCTC pada pasal 6 mengatur pengenaan cukai dan pajak tembakau serta rokok setinggi mungkin supaya bisa mengurangi konsumsi rokok.
“Dengan harga cukai dan pajak yang tinggi, akan mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap rokok menurun. Hal ini membuat jutaan masyarakat akan kehilangan mata pencaharian dari industri hasil tembakau (IHT),” ujarnya.
Hasan menambahkan, berdasarkan data-data pasar rokok gelap di dunia setelah kebijakan FCTC diterapkan, harga rokok yang tinggi telah memicu perdagangan rokok gelap di berbagai negara karena melampaui angka psikologis kemampuan daya beli masyarakat.
“Data-data World Health Organization (WHO), setelah penerapan FCTC di beberapa negara, peredaran rokok ilegal mencapai 10% atau senilai Rp300 triliun. Untuk Indonesia, ratifikasi FCTC sangat berbahaya dan rokok kretek merupakan martabat bangsa. Kami menolak ratifikasi FCTC,” tuturnya.
(gpr)