Pemerintah tetapkan pajak ponsel impor 20%
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah akan memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk semua jenis telepon selular (ponsel) impor sebesar 20 persen.
Kebijakan ini ditempuh untuk mendorong pertumbuhan industri sejenis di dalam negeri. "Selama ini wacananya kan berbeda-beda, tapi sekarang kita samakan saja. Semuanya kita anggap barang mewah, supaya industri dalam negeri bisa tumbuh," kata Menteri Perdagangan, M Lutfi seusai melakukan pertemuan dengan Menperin MS Hidayat di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Menurutnya, dalam pertemuan tersebut, pihaknya dan Menperin telah menyepakati besaran PPnBM ponsel yang diproduksi di luar negeri sebesar 20 persen.
"Kita dengan Pak Hidayat setuju mau berapapun harganya (ponsel) kita samakan saja. Besarannya 20 persen. Di bawah Rp5 juta juga kena 20 persen. Pokoknya kita anggap ini barang mewah," katanya.
Sementara, Hidayat mengatakan, pada prinsipnya Kemenperin menyepakati penjualan ponsel impor dikenai PPnBM sebesar 20 persen. Namun, perlu ada batasan harga bawah ponsel yang akan dikenakan PPnBM tersebut.
"Kedua menteri menyepakati prinsip-prinsipnya, para dirjen yang mengikuti pertemuan tadi akan mem-folow up. Batasan bawahnya belum diputuskan berapa, tapi hampir menyeluruh. Ini masih dihitung," kata Hidayat.
Menperin membenarkan pemberlakukan PPnBM ini untuk mendorong agar industri ponsel di dalam negeri bisa berkembang. Apalagi, saat ini sudah ada empat perusahaan yang sudah menanamkan investasinya di sektor ini.
Keempat perusahaan tersebut antara lain PT Tera Data Indonusa (pemegang merek Axioo), PT Tiphone Mobile Indonesia (pemegang merek TiPhone), PT Hartono Istana Teknologi (pemegang merek Polytron), dan PT Aries Indo Global (pemegang merek Evercoss).
"Jadi di industri ini sudah ada empat perusahaan yang sudah mulai tumbuh dan itu akan diberi insentif supaya ada kesempatan bisa tumbuh. Yaitu akan dikenakan PPnBM (bagi ponsel impor)," katanya.
Meski demikian, baik M Lutfi maupun MS Hidayat tidak menjelaskan secara pasti kapan kebijakan ini akan diberlakukan. Mereka hanya menyatakan kebijakan ini akan diterapkan secepatnya.
"Soal waktu penerapan kebijakan ini, masih kita bicarakan. Soal detilnya masih dibicarakan di tataran eselon I Kemenperin, Kemendag, dan Kemenkeu," kata dai.
Namun, Menperin berupaya sebelum pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II berakhir, kebijakan ini bisa diberlakukan. "Begini, 20 Oktober pemerintahan ini berakhir. Kita sudah membuat list dari PR kita yang harus diselesaikan. Dan ini termasuk. Jadi sebelum 20 Oktober aturan-aturan yang penting dan strategis itu harus diselesaikan," jelasnya.
Sebelumnya berkembang, wacana pemerintah akan memberlakukan PPnBM khusus untuk telepon seluler pintar (smartphone) impor. Kebijakan ini untuk menekan penyelundupan. Selain impornya tinggi, pemerintah menilai pedagang dan masyarakat mempersepsikan smartphone sebagai barang mewah sehingga harganya mahal.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama sejumlah perusahaan telekomunikasi pun membahas masalah ini. Termasuk mengkaji eksistensi International Mobile Equipment Identity (IMEI) sebagai instrumen untuk mengatasi maraknya peredaran telepon seluler ilegal di Indonesia.
Saat ini, jumlah perangkat telekomunikasi yang beredar di tangan pengguna dan di pergudangan serta pertokoan mencapai 500 juta unit. Sedangkan jumlah perangkat telekomunikasi yang nomornya aktif digunakan adalah sekitar 250 juta.
Kebijakan ini ditempuh untuk mendorong pertumbuhan industri sejenis di dalam negeri. "Selama ini wacananya kan berbeda-beda, tapi sekarang kita samakan saja. Semuanya kita anggap barang mewah, supaya industri dalam negeri bisa tumbuh," kata Menteri Perdagangan, M Lutfi seusai melakukan pertemuan dengan Menperin MS Hidayat di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Menurutnya, dalam pertemuan tersebut, pihaknya dan Menperin telah menyepakati besaran PPnBM ponsel yang diproduksi di luar negeri sebesar 20 persen.
"Kita dengan Pak Hidayat setuju mau berapapun harganya (ponsel) kita samakan saja. Besarannya 20 persen. Di bawah Rp5 juta juga kena 20 persen. Pokoknya kita anggap ini barang mewah," katanya.
Sementara, Hidayat mengatakan, pada prinsipnya Kemenperin menyepakati penjualan ponsel impor dikenai PPnBM sebesar 20 persen. Namun, perlu ada batasan harga bawah ponsel yang akan dikenakan PPnBM tersebut.
"Kedua menteri menyepakati prinsip-prinsipnya, para dirjen yang mengikuti pertemuan tadi akan mem-folow up. Batasan bawahnya belum diputuskan berapa, tapi hampir menyeluruh. Ini masih dihitung," kata Hidayat.
Menperin membenarkan pemberlakukan PPnBM ini untuk mendorong agar industri ponsel di dalam negeri bisa berkembang. Apalagi, saat ini sudah ada empat perusahaan yang sudah menanamkan investasinya di sektor ini.
Keempat perusahaan tersebut antara lain PT Tera Data Indonusa (pemegang merek Axioo), PT Tiphone Mobile Indonesia (pemegang merek TiPhone), PT Hartono Istana Teknologi (pemegang merek Polytron), dan PT Aries Indo Global (pemegang merek Evercoss).
"Jadi di industri ini sudah ada empat perusahaan yang sudah mulai tumbuh dan itu akan diberi insentif supaya ada kesempatan bisa tumbuh. Yaitu akan dikenakan PPnBM (bagi ponsel impor)," katanya.
Meski demikian, baik M Lutfi maupun MS Hidayat tidak menjelaskan secara pasti kapan kebijakan ini akan diberlakukan. Mereka hanya menyatakan kebijakan ini akan diterapkan secepatnya.
"Soal waktu penerapan kebijakan ini, masih kita bicarakan. Soal detilnya masih dibicarakan di tataran eselon I Kemenperin, Kemendag, dan Kemenkeu," kata dai.
Namun, Menperin berupaya sebelum pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II berakhir, kebijakan ini bisa diberlakukan. "Begini, 20 Oktober pemerintahan ini berakhir. Kita sudah membuat list dari PR kita yang harus diselesaikan. Dan ini termasuk. Jadi sebelum 20 Oktober aturan-aturan yang penting dan strategis itu harus diselesaikan," jelasnya.
Sebelumnya berkembang, wacana pemerintah akan memberlakukan PPnBM khusus untuk telepon seluler pintar (smartphone) impor. Kebijakan ini untuk menekan penyelundupan. Selain impornya tinggi, pemerintah menilai pedagang dan masyarakat mempersepsikan smartphone sebagai barang mewah sehingga harganya mahal.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama sejumlah perusahaan telekomunikasi pun membahas masalah ini. Termasuk mengkaji eksistensi International Mobile Equipment Identity (IMEI) sebagai instrumen untuk mengatasi maraknya peredaran telepon seluler ilegal di Indonesia.
Saat ini, jumlah perangkat telekomunikasi yang beredar di tangan pengguna dan di pergudangan serta pertokoan mencapai 500 juta unit. Sedangkan jumlah perangkat telekomunikasi yang nomornya aktif digunakan adalah sekitar 250 juta.
(izz)