Penyelewengan dana bansos tanggung jawab Kemenkeu
A
A
A
Sindonews.com - Lemahnya kebijakan dan pengawasan Kementerian Keuangan dituding menjadi alasan banyaknya dana bantuan sosial (bansos) yang diselewengkan kementerian/Lembaga (K/L). Seharusnya, menjelang pemilihan umum, dana bansos dihentikan sementara pengucurannya oleh Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara, agar tak menimbulkan banyak prasangka.
Demikian diungkapkan Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro di sela-sela Diskusi FORKEM ‘Menyongsong Peta Baru Kebijakan Ekonomi Indonesia” di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (7/4/2014).
“Tidak ada jalan lain, dana bansos dan hibah ini dihentikan sementara agar dana itu bisa diselamatkan dan bisa juga dialokasikan untuk kepentingan lainnya yang lebih bermanfaat,” ujarnya.
Menurutnya, pengelolaan dana hibah dan bansos sering kali salah kaprah dalam penggunaanya. Kementerian yang dipimpin menteri dari parpol kerap kali memanfaatkan dana tersebut untuk pencitraan, ketimbang untuk membantu masyarakat.
“Dana bansos yang digunakan terkadang hasilnya dijadikan sebagai keberhasilan partai dalam mengelola dana hibah dan bansos itu. Lihat saja iklan Menteri Koperasi dan UKM dalam iklan kampanyenya mengklaim partainya telah berhasil meningkatkan pemberdayaan UKM, ini yang salah kaprah,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Purwiyanto menuturkan, sejatinya tidak ada perubahan pagu atau alokasi maupun program atau kegiatan dalam bansos.
“Itu hanya perbedaan metode pendekatan pencatatan. Kenaikan bantuan sosial yang signifikan terutama terjadi karena perubahan pencatatan PBI, yang dalam RAPBN dicatat sebagai belanja barang menjadi bantuan sosial dalam APBN,” tuturnya.
Dalam UU APBN 2014, rincian belanja modal ditetapkan sebesar Rp229,5 triliun dan belanja bantuan sosial Rp73,2 triliun, namun dalam website Kementerian Keuangan, belanja modal tercantum Rp184,2 triliun dan belanja bantuan sosial Rp91,8 triliun.
“Kedua angka tersebut bersumber dari data yang sama, yaitu rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang tertuang dalam Keppres nomor 29 tahun 2013, karena jumlah dari keseluruhan pagunya sama,” tandasnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada 15 Kementerian Lembaga yang mendapatkan dana bantuan sosial senilai Rp91,8 triliun dalam APBN 2014, yaitu Kementerian Dalam Negeri Rp9,4 triliun, Kementerian Pertanian Rp5,3 triliun, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rp49 miliar.
Kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp28,3 triliun, Kementerian Kesehatan Rp19,9 triliun, Kementerian Agama Rp12,6 triliun, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp32,6 miliar, Kementerian Sosial Rp5,5 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp611,4 miliar.
Selanjutnya, Kementerian Perumahan Rakyat Rp1,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp3,9 triliun, Kementerian Koperasi dan UKM Rp285 miliar, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Rp766,5 miliar, BNPB Rp50 miliar, BPLS Rp4,7 miliar plus dana cadangan bencana yang dialokasikan sebesar Rp3 triliun.
Demikian diungkapkan Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro di sela-sela Diskusi FORKEM ‘Menyongsong Peta Baru Kebijakan Ekonomi Indonesia” di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (7/4/2014).
“Tidak ada jalan lain, dana bansos dan hibah ini dihentikan sementara agar dana itu bisa diselamatkan dan bisa juga dialokasikan untuk kepentingan lainnya yang lebih bermanfaat,” ujarnya.
Menurutnya, pengelolaan dana hibah dan bansos sering kali salah kaprah dalam penggunaanya. Kementerian yang dipimpin menteri dari parpol kerap kali memanfaatkan dana tersebut untuk pencitraan, ketimbang untuk membantu masyarakat.
“Dana bansos yang digunakan terkadang hasilnya dijadikan sebagai keberhasilan partai dalam mengelola dana hibah dan bansos itu. Lihat saja iklan Menteri Koperasi dan UKM dalam iklan kampanyenya mengklaim partainya telah berhasil meningkatkan pemberdayaan UKM, ini yang salah kaprah,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Purwiyanto menuturkan, sejatinya tidak ada perubahan pagu atau alokasi maupun program atau kegiatan dalam bansos.
“Itu hanya perbedaan metode pendekatan pencatatan. Kenaikan bantuan sosial yang signifikan terutama terjadi karena perubahan pencatatan PBI, yang dalam RAPBN dicatat sebagai belanja barang menjadi bantuan sosial dalam APBN,” tuturnya.
Dalam UU APBN 2014, rincian belanja modal ditetapkan sebesar Rp229,5 triliun dan belanja bantuan sosial Rp73,2 triliun, namun dalam website Kementerian Keuangan, belanja modal tercantum Rp184,2 triliun dan belanja bantuan sosial Rp91,8 triliun.
“Kedua angka tersebut bersumber dari data yang sama, yaitu rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang tertuang dalam Keppres nomor 29 tahun 2013, karena jumlah dari keseluruhan pagunya sama,” tandasnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada 15 Kementerian Lembaga yang mendapatkan dana bantuan sosial senilai Rp91,8 triliun dalam APBN 2014, yaitu Kementerian Dalam Negeri Rp9,4 triliun, Kementerian Pertanian Rp5,3 triliun, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rp49 miliar.
Kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp28,3 triliun, Kementerian Kesehatan Rp19,9 triliun, Kementerian Agama Rp12,6 triliun, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp32,6 miliar, Kementerian Sosial Rp5,5 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp611,4 miliar.
Selanjutnya, Kementerian Perumahan Rakyat Rp1,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp3,9 triliun, Kementerian Koperasi dan UKM Rp285 miliar, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Rp766,5 miliar, BNPB Rp50 miliar, BPLS Rp4,7 miliar plus dana cadangan bencana yang dialokasikan sebesar Rp3 triliun.
(gpr)