AIMI keluhkan perizinan industri mainan di Indonesia
A
A
A
Sindonews.com – Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Indonesia (AIMI) mengeluhkan sulitnya mengurus perizinan industri mainan di Indonesia. Oleh karena itu, hingga saat ini masih banyak industri mainan di Indonesia terpaksa berjalan tanpa surat izin industri.
“Ini kan terkait banyak orang, ribuan orang yang berusaha di bisnis ini. Lalu industri menengah, juga ada yang tidak punya izin industri. Karena satu, di lokasi-lokasi mereka produksi itu tidak diizinkan untuk dibuat industri. Coba bayangin, jadi mereka cuma punya izin prinsip, padahal itu lokasinya gudang. Ada alat taruh di situ, mengurus izin tidak bisa. Karena ini daerah bukan industri peruntukannya, tapi itu kan sudah berjalan,” terang Ketua AIMI Eko Wibowo Utomo kepada Sindonews, Minggu (4/5/2014).
Dia mengatakan, produsen sering mengeluh terkait sulit dan mahalnya mengurus perizinan tersebut. Selain itu, proses perizinan yang berada pada otonomi daerah masing–masing juga menjadi kendala tersendiri bagi produsen. Masing-masing daerah memiliki kewenangan sendiri untuk mengeluarkan izin tersebut.
“Itu makanya saya bilang kalau Tangerang memang sedikit sulit karena beberapa masalah, ya mungkin karena situasi kondisi seperti itu dari gubernur sampai wilayahnya seperti itu, mahal dan birokrasinya berbelit. Mereka justru menyarankan untuk pindah daerah industri ke Jawa Tengah, Jawa Timur yang lebih kondusif,” imbuhnya.
Namun menurut dia, untuk memindahkan produksi barang dari satu tempat ke tempat lain bukan pekerjaan mudah. Butuh biaya yang cukup besar untuk melakukannya. Terlebih industri mainan di Indonesia mayoritas adalah industri lokal kelas menengah.
“Terus terang ini harus dicari solusi bersama. Boleh dilaksanakan, tapi kendala-kendalanya harus dipahami pemerintah juga. Kita harus kerjaasama antara asosiasi dan perindustrian serta dengan pemerintah lokal. Cari jalan keluar buat pengusaha kecil ini,” pungkas dia.
“Ini kan terkait banyak orang, ribuan orang yang berusaha di bisnis ini. Lalu industri menengah, juga ada yang tidak punya izin industri. Karena satu, di lokasi-lokasi mereka produksi itu tidak diizinkan untuk dibuat industri. Coba bayangin, jadi mereka cuma punya izin prinsip, padahal itu lokasinya gudang. Ada alat taruh di situ, mengurus izin tidak bisa. Karena ini daerah bukan industri peruntukannya, tapi itu kan sudah berjalan,” terang Ketua AIMI Eko Wibowo Utomo kepada Sindonews, Minggu (4/5/2014).
Dia mengatakan, produsen sering mengeluh terkait sulit dan mahalnya mengurus perizinan tersebut. Selain itu, proses perizinan yang berada pada otonomi daerah masing–masing juga menjadi kendala tersendiri bagi produsen. Masing-masing daerah memiliki kewenangan sendiri untuk mengeluarkan izin tersebut.
“Itu makanya saya bilang kalau Tangerang memang sedikit sulit karena beberapa masalah, ya mungkin karena situasi kondisi seperti itu dari gubernur sampai wilayahnya seperti itu, mahal dan birokrasinya berbelit. Mereka justru menyarankan untuk pindah daerah industri ke Jawa Tengah, Jawa Timur yang lebih kondusif,” imbuhnya.
Namun menurut dia, untuk memindahkan produksi barang dari satu tempat ke tempat lain bukan pekerjaan mudah. Butuh biaya yang cukup besar untuk melakukannya. Terlebih industri mainan di Indonesia mayoritas adalah industri lokal kelas menengah.
“Terus terang ini harus dicari solusi bersama. Boleh dilaksanakan, tapi kendala-kendalanya harus dipahami pemerintah juga. Kita harus kerjaasama antara asosiasi dan perindustrian serta dengan pemerintah lokal. Cari jalan keluar buat pengusaha kecil ini,” pungkas dia.
(rna)