Pemerintah dinilai tak adil soal smelter
A
A
A
Sindonews.com - PT Indosmelt dan Nusantara Smelting Corporation selaku pengembang pembangunan pabrik pemurnian (smelter) konsentrat tembaga menilai pemerintah tidak adil.
Pihaknya menilai pemerintah terlalu berpihak kepada PT Aneka Tambang Tbk (Antam) terkait pasokan bahan baku yang akan didapatkan dari PT Freeport Indonesia (Freeport) dan PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont).
Persoalannya, kata Direktur Nusantara Smelting Corporation Juangga Manggis, hingga sebelum 10 Januari 2014, pihaknya sudah menandatangani CSPA. Meski angkanya belum ditetapkan, namun dipastikan akan ditindaklanjuti.
"Tiba-tiba datang skenario baru, Antam gabung. Tapi tolong hak kita dihormati sesuai etika bisnis. Walaupun kita enggak masalah dia (Antam) gabung, tapi hak kita tolong diperhatikan," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/5/2014).
Menurutnya, pemerintah sebagai regulator harusnya memperhatikan hak dari tiga perusahaan yang berniat mendirikan smelter dengan hak yang sama. Namun, pemerintah justru memberikan hak lebih kepada Antam dengan 1,6 juta ton pasokan bahan baku yang didapat dari Freeport dan Newmont.
"Tapi 1,6 juta ton diambil semua sama skenario ketiga. Apakah ya pemerintah memilih risiko dan apa itu keputusan baik. Saya minta 800 ribu ton, Pak Natsir Mansyur (Dirut PT Indosmelt) 500 ribu ton. Bahkan saya kalau enggak bisa 800 ribu ton, disamakan saja sama Pak Natsir. Tapi deadlock trus," tambahnya.
Karena itu, dia meminta kepada pemerintah untuk bertindak adil dan menjadi regulator yang melihat permasalahan ini dengan lebih jernih.
"Secara adil alokasikan ketersediaan bahan baku untuk sediakan ketiga skenario yang punya niat baik. Dan proses ini sudah berjalan, dengan ada cost. Tolong kembalikan pemerintah fungsinya jadi regulator dan keadilan," terangnya.
Senada dengan Juangga, Natsir mengatakan, pemerintah seharusnya berperan sebagai regulator dan bukan bertindak sebagai player dengan berpihak pada Antam.
"Karena itu yang kita harapkan, pemerintah harusnya sebagai regulator. Menurut pengamatan, pemerintah justru bertindak sebagai player dan berpihak kepada Antam. Jadi pembangunan smelter tidak jalan, ekspor Freeport tidak jalan. Terjadi stagnasi akibat pemerintah tidak cerdas me-manage neraca bahan baku kita," tutur dia.
Pihaknya menilai pemerintah terlalu berpihak kepada PT Aneka Tambang Tbk (Antam) terkait pasokan bahan baku yang akan didapatkan dari PT Freeport Indonesia (Freeport) dan PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont).
Persoalannya, kata Direktur Nusantara Smelting Corporation Juangga Manggis, hingga sebelum 10 Januari 2014, pihaknya sudah menandatangani CSPA. Meski angkanya belum ditetapkan, namun dipastikan akan ditindaklanjuti.
"Tiba-tiba datang skenario baru, Antam gabung. Tapi tolong hak kita dihormati sesuai etika bisnis. Walaupun kita enggak masalah dia (Antam) gabung, tapi hak kita tolong diperhatikan," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/5/2014).
Menurutnya, pemerintah sebagai regulator harusnya memperhatikan hak dari tiga perusahaan yang berniat mendirikan smelter dengan hak yang sama. Namun, pemerintah justru memberikan hak lebih kepada Antam dengan 1,6 juta ton pasokan bahan baku yang didapat dari Freeport dan Newmont.
"Tapi 1,6 juta ton diambil semua sama skenario ketiga. Apakah ya pemerintah memilih risiko dan apa itu keputusan baik. Saya minta 800 ribu ton, Pak Natsir Mansyur (Dirut PT Indosmelt) 500 ribu ton. Bahkan saya kalau enggak bisa 800 ribu ton, disamakan saja sama Pak Natsir. Tapi deadlock trus," tambahnya.
Karena itu, dia meminta kepada pemerintah untuk bertindak adil dan menjadi regulator yang melihat permasalahan ini dengan lebih jernih.
"Secara adil alokasikan ketersediaan bahan baku untuk sediakan ketiga skenario yang punya niat baik. Dan proses ini sudah berjalan, dengan ada cost. Tolong kembalikan pemerintah fungsinya jadi regulator dan keadilan," terangnya.
Senada dengan Juangga, Natsir mengatakan, pemerintah seharusnya berperan sebagai regulator dan bukan bertindak sebagai player dengan berpihak pada Antam.
"Karena itu yang kita harapkan, pemerintah harusnya sebagai regulator. Menurut pengamatan, pemerintah justru bertindak sebagai player dan berpihak kepada Antam. Jadi pembangunan smelter tidak jalan, ekspor Freeport tidak jalan. Terjadi stagnasi akibat pemerintah tidak cerdas me-manage neraca bahan baku kita," tutur dia.
(izz)