Pemerintah Akui Pengendalian BBM Dengan RFID Terlambat

Rabu, 28 Mei 2014 - 14:53 WIB
Pemerintah Akui Pengendalian BBM Dengan RFID Terlambat
Pemerintah Akui Pengendalian BBM Dengan RFID Terlambat
A A A
JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengakui jika sistem Radio Frequency Indetification (RFID) mengalami keterlambatan, namun demikian pemerintah akan tetap fokus untuk menerapkan sistem RFID untuk kendaraan di sektor tambang maupun perkebunan.

Menurutnya hal itu efektif untuk menekan tingkat penyelundupan BBM bersubsidi. “Memang terjadi keterlambatan. Sekarang kita fokus untuk kendaraan pertambangan. Diesel-diesel yang menggunakan solar yang rawan penyelundupan itu di daerah-daerah,” jelasnya, di Jakarta, Rabu (28/5/2014).

Dia juga meminta peran pemerintah daerah ikut aktif dalam mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi karena pemerintah tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan dari pemerintah daerah dalam melakukan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi ini.

“Masyarakat sulit dilarang menggunakan BBM subsidi, tanpa pengendalian maka kuota akan sulit dijaga,” ujarnya.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Andy Noorsaman Someng mengatakan, selain pengendalian konsumsi BBM bersubsidi memang diperlukan melakukan terobosan baru dalam menjaga kuota BBM bersubsidi agar tidak jebol.

Namun demikian dia mengaku terbosan baru tersebut masih dibahas bersama Kementerian ESDM. “Memang harus ada kebijakan baru dalam mengendalikan BBM bersubsidi,” jelasnya.

Data Pertamina menyebutkan, hingga April 2014 realisasi penyaluran BBM bersubsidi yang disalurkan oleh Pertamina telah mencapai 14,99 juta kl atau 31,7% terhadap kuota BBM bersubsidi 2014 Pertamina.

BBM bersubsidi yang telah disalurkan Pertamina mencakup, premium sebanyak 9,5 juta kl atau 29,4% dari kuota 32,32 juta kl. Solar 5,15 juta kl atau 36,42% dari kuota 14,14 juta kl dan kerosin sebanyak 325.000 kl atau 36% dari kuota 900.000 kl.

“Sementara, realisasi penyaluran solar telah melampaui kuota untuk periode berjalan,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir.

Ali menuturkan, realisasi penyaluran premiun di seluruh daerah masih dalam batas proyeksi dengan tingkat konsumsi paling tinggi berada di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, yaitu 2,75 juta kl. Lalu Jawa Timur, Bali-Nusa Tenggara sebesar 1,79 juta kl. Penyaluran solar relatif lebih tinggi dari proyeksi di hampir seluruh daerah, kecuali Jawa Tengah-DIY Yogyakarta dan Papua-Maluku.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6033 seconds (0.1#10.140)