Pengembangan SPBG Indonesia Terburuk di Dunia

Senin, 09 Juni 2014 - 18:17 WIB
Pengembangan SPBG Indonesia...
Pengembangan SPBG Indonesia Terburuk di Dunia
A A A
JAKARTA - Kalangan pengamat menilai program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Pengamat dari ReforMiner Institue Komaidi Notonegoro mengatakan, tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena ketidakseriusan pemerintah menjalankan program yang telah dibuatnya sendiri.

Hingga kini, lanjut Komaidi, untuk roadmap atau kerangka jalan dari program konversi BBM ke BBG tidak pernah ada. "Pantaslah kalau program ini tidak jalan karena sampai saat ini tidak ada blueprint-nya sehingga ending kapan rampungnya tidak ada target yang jelas," kata Komaidi dalam acara diskusi menyoal "Konversi BBM ke BBG" di Jakarta, Senin (9/6/2014).

Komaidi membandingkan dengan negara-negara lain yang telah sukses mengembangkan konversi BBM ke BBG seperti Pakistan, Argentina, Brasil, Iran, China, Italy, India, Bangladesh, Thailand, Malaysia. Diukur dari tingkat kesuksesannya Indonesia menempati urutan terakhir.

"Pakistan saja importir gas, sudah punya 3.330 SPBG pada 2012. Indonesia baru punya 14 SPBG. Padahal program diluncurkan lebih dulu Indonesia," katanya.

Berdasarkan data NGV Global, lanjut Komaidi, Pakistan memulai porgram konversi BBM ke BBG tahun 1999, tahun 2012 menghasilkan SPBG sebanyak 3.330. Kemudian Argentina memulai programnya tahun 1984, jumlah SPBG tahun 2012 mencapai 1.902.

Lalu Iran, program konversi BBM ke BBG dimulai tahun 1995 seiringn perkembangannya tahun 2012 menghasilkan 1960 SPBG. Belum lagi di Brasil dimulai tahun 1970, tahun 2012 menghasilkan 1.701 SPBG.

Sedangkan China memulai programnya tahun 1996, tahun 2012 mempunyai SPBG 2.784. Lalu Itali memulai programnya tahun 1930, tahun 2012 menghasilkan 959 SPBG.

India memulai program konversi BBM ke BBG tahun 1993 tahun 2012 menhasilkan SPBG 724. Banglades memulai programnya tahun 1982 pada 2012 menghasilkan 587.

Sementara Thailand memulai program SPBG tahun 1984, tahun 2012 negara ini menghasilkan 470 SPBG. Malaysia mulai tahun 1995, tahun 2012 menghasilkan 170 SPBG.

"Indonesia mulai tahun 1995 lebih dulu dari Pakistan, tapi tahun 2012 baru punya 14 SPBG," katanya.

Dikatakan Komaidi, terdapat beberapa masalah yang harus diatasi oleh pemerintah. Di antaranya pemerintah harus mempercepat infrastrukutur seperti konverter kit dan membenahi harga gas yang tidak ekonomis.

"Biaya konversi masih tinggi. Biayanya empat kali lipat jika dibandingkan dengan negara lain," unkap Komaidi.

Komaidi juga menegaskan, jika dibandinkan dengan Pakistan biaya konversi BBM ke BBG sangat jauh. Pakistan, kata Komaidi, kendaraan sudah didesain dengan menggunakan BBM dan BBG berbeda dengan Indonesia yang hanya memakai satu desain yakni BBM.

"Mekanisme leasing kendaraan ini yang jadi hambatan karena ketika ini diubah dengan desain BBG mereka tidak mau tanggung jawab. Pemerintah harus tangani dulu problem ini," ujar Komaidi.

Tidak hanya itu, pemerintah juga harus tegas kepada industri otomotif untuk ikut mensukseskan program ini. Lantaran daya tawar yang industri otomotif cukup menarik pemerintah.

"Ini yang harus dibenahi. Roadmap juga harus dibuat sehingga ending-nya jelas," katanya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6279 seconds (0.1#10.140)