Omzet Pedagang di Tanah Abang Anjlok
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pedagang di pasar Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat mengaku menjelang Ramadan tahun ini mengalami penurunan omzet hingga 30% dibanding menjelang Ramadan tahun lalu.
Ronald, pemilik toko In Putra (penjual baju koko) dilantai Tiga Blok A mengatakan, meski sejak seminggu sebelum hari H Ramadan pengunjung meningkat 30%, namun daya jual baju koko tahun ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, harga baju koko tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. "Tahun kemarin, seminggu sebelum hari H, rata-rata omzet bisa capai Rp80 juta, tahun ini turun 30%," kata Ronald saat ditemui di kios bajunya, Senin (23/6/2014).
Ronald menjelaskan, kepadatan arus lalu lintas menuju Blok A dan banyaknya saingan, bukanlah penyebab utama penurunan omzet. Sebab, Tanah Abang memang terkenal macet dari dahulu. Bahkan pedagang kaki lima (PKL) saai itu lebih banyak dibanding sekarang.
Berdasarkan pengamatannya, penurunan omzet tersebut disebabkan faktor ekonomi. Pada tahun ini daya beli masyarakat untuk baju koko terbilang rendah. Mereka lebih memilih untuk menghidupi kebutuhan primer, seperti sembako ketimbang baju koko.
"Kemacetan dan saingan tidak berpengaruh sama sekali," ujar pria yang menjual baju koko dari mulai Rp500.000-Rp 2,5 juta per kodi itu.
Hal senada juga diutarakan salah satu penjual Sajadah di lantai tiga Toko Gilang, Hajri Adral. Menurut Adral, hingga saat ini omzet penjualannya belum terjadi peningkatan. Padahal, jika dibandingkan dengan tahun lalu, seminggu sebelum Ramadan sudah pasti ada peningkatan 30%.
"Belum ada peningkatan, standar saja, rata-rata omzet-nya masih Rp25-30 juta. Pada tahun lalu mencapai Rp40-50 juta," pungkas dia.
Ronald, pemilik toko In Putra (penjual baju koko) dilantai Tiga Blok A mengatakan, meski sejak seminggu sebelum hari H Ramadan pengunjung meningkat 30%, namun daya jual baju koko tahun ini menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, harga baju koko tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. "Tahun kemarin, seminggu sebelum hari H, rata-rata omzet bisa capai Rp80 juta, tahun ini turun 30%," kata Ronald saat ditemui di kios bajunya, Senin (23/6/2014).
Ronald menjelaskan, kepadatan arus lalu lintas menuju Blok A dan banyaknya saingan, bukanlah penyebab utama penurunan omzet. Sebab, Tanah Abang memang terkenal macet dari dahulu. Bahkan pedagang kaki lima (PKL) saai itu lebih banyak dibanding sekarang.
Berdasarkan pengamatannya, penurunan omzet tersebut disebabkan faktor ekonomi. Pada tahun ini daya beli masyarakat untuk baju koko terbilang rendah. Mereka lebih memilih untuk menghidupi kebutuhan primer, seperti sembako ketimbang baju koko.
"Kemacetan dan saingan tidak berpengaruh sama sekali," ujar pria yang menjual baju koko dari mulai Rp500.000-Rp 2,5 juta per kodi itu.
Hal senada juga diutarakan salah satu penjual Sajadah di lantai tiga Toko Gilang, Hajri Adral. Menurut Adral, hingga saat ini omzet penjualannya belum terjadi peningkatan. Padahal, jika dibandingkan dengan tahun lalu, seminggu sebelum Ramadan sudah pasti ada peningkatan 30%.
"Belum ada peningkatan, standar saja, rata-rata omzet-nya masih Rp25-30 juta. Pada tahun lalu mencapai Rp40-50 juta," pungkas dia.
(izz)