Kenaikan Royalti Batu Bara Diminta Ditinjau Ulang
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah meninjau ulang harga patokan batubara (HPB) sebagai modal untuk menaikkan royalti.
Ketua APBI Bob Kamandanu mengatakan, hingga kini belum ada kesepakatan HPB antara pemerintah dengan asosiasi pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Maka, Bob meminta pemerintah kembali mempertimbangkan kembali kebaikan royalti batu bara.
"Tidak masalah (ada kenaikan royalti) asal threshold-nya benar. Kalau harga batu bara USD80 per ton (kemudian dinaikkan) bisa mati semua," kata dia di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Direktur Keuangan PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) Pandu Syahrir mengatakan, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara penerintah dengan pengusaha. Namun, pemerintah telah bersedia berembug dengan pengusaha dalam menetapkan HPB sebagai acuan kenaikan royalti batu bara.
"Masih akan dibicarakan lagi threshold-nya dengan pemerintah," kata dia.
Menurut Pandu, saat ini pemerintah juga telah mendapatkan tambahan dari penertiban IUP batu bara ilegal. Bahkan dia menyebut tambahan penerimaan dari hasil penertiban IUP ilegal mencapai Rp6 triliun.
"Bagi kami pengusaha, penertiban ini positif karena persaingan jadi setara," ungkapnya.
Sementara, Direktur Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Paul Lubis menjelaskan, bahwa kebaikan royalti adalah sebesar 3%, 7% hingga 13,5%. Adapun kenaikan tidak bisa lagi diganggu gugat.
"Sudah pasti segitu, tapi masih akan di bicarakan threshold-nya. Pemerintah harus mempertimbangkan keeokonomian secara objektif. Kita tidak mau menjatuhkan perusahaan," jelasnya.
Dia mengatakan, pemerintah akan kembali menaikkan royalti batu bara jika harga batu bara meningkat hingga di atas USD80 per ton. Jika harga batu bara tembus di atas USD80 per ton maka dikenakan windfall. "Setiap kenaikan sekian dolar AS akan ada kenaikan royalti," ucanya.
Paul memastikan, penyesuaian royalti batu bara akan tetap diberlakukan tahun ini. Saat harga batu bara masih dikisaran USD70 per ton.
"Tahun ini tetap dilaksanakan, ada yang naik menjadi 7%, 9%, dan 13,5%, itu untuk yang harga di bawah USD80 per ton," katanya.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, kenaikan royalti bagi pemegang IUP batu bara dari saat ini di kisaran 3%-7% menjadi hingga 13,5% atau sama dengan royalti yang dikenakan bagi perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan dan Pengusahaan Batubara (PKP2B).
Kementerian ESDM menargetkan penerimaan royalti sektor mineral dan batubara (minerba) sepanjang 2014 sebesar Rp39,6 triliun. Paul mengatakan, penerimaan royalti tahun ini meningkat dibanding tahun lalu yang hanya Rp28,3 triliun.
Penerimaan royalti tahun ini juga mencakup pembayaran piutang royalti. "Target 2014 adalah Rp39,6 trilun. Realisasi tahun 2013 adalah Rp28,3 triliun," ujar dia.
Disisi lain, terkait larangan ekspor mineral mentah (ore) maka penerimaan royalti sepanjang 2014 didominasi dari sektor pertambangan batu bara.
"Batu bara (dominasi), apalagi tahun ini untuk mineral tidak boleh ekspor dalam bentuk bijih," pungkasnya.
Ketua APBI Bob Kamandanu mengatakan, hingga kini belum ada kesepakatan HPB antara pemerintah dengan asosiasi pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Maka, Bob meminta pemerintah kembali mempertimbangkan kembali kebaikan royalti batu bara.
"Tidak masalah (ada kenaikan royalti) asal threshold-nya benar. Kalau harga batu bara USD80 per ton (kemudian dinaikkan) bisa mati semua," kata dia di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Direktur Keuangan PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) Pandu Syahrir mengatakan, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara penerintah dengan pengusaha. Namun, pemerintah telah bersedia berembug dengan pengusaha dalam menetapkan HPB sebagai acuan kenaikan royalti batu bara.
"Masih akan dibicarakan lagi threshold-nya dengan pemerintah," kata dia.
Menurut Pandu, saat ini pemerintah juga telah mendapatkan tambahan dari penertiban IUP batu bara ilegal. Bahkan dia menyebut tambahan penerimaan dari hasil penertiban IUP ilegal mencapai Rp6 triliun.
"Bagi kami pengusaha, penertiban ini positif karena persaingan jadi setara," ungkapnya.
Sementara, Direktur Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Paul Lubis menjelaskan, bahwa kebaikan royalti adalah sebesar 3%, 7% hingga 13,5%. Adapun kenaikan tidak bisa lagi diganggu gugat.
"Sudah pasti segitu, tapi masih akan di bicarakan threshold-nya. Pemerintah harus mempertimbangkan keeokonomian secara objektif. Kita tidak mau menjatuhkan perusahaan," jelasnya.
Dia mengatakan, pemerintah akan kembali menaikkan royalti batu bara jika harga batu bara meningkat hingga di atas USD80 per ton. Jika harga batu bara tembus di atas USD80 per ton maka dikenakan windfall. "Setiap kenaikan sekian dolar AS akan ada kenaikan royalti," ucanya.
Paul memastikan, penyesuaian royalti batu bara akan tetap diberlakukan tahun ini. Saat harga batu bara masih dikisaran USD70 per ton.
"Tahun ini tetap dilaksanakan, ada yang naik menjadi 7%, 9%, dan 13,5%, itu untuk yang harga di bawah USD80 per ton," katanya.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, kenaikan royalti bagi pemegang IUP batu bara dari saat ini di kisaran 3%-7% menjadi hingga 13,5% atau sama dengan royalti yang dikenakan bagi perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan dan Pengusahaan Batubara (PKP2B).
Kementerian ESDM menargetkan penerimaan royalti sektor mineral dan batubara (minerba) sepanjang 2014 sebesar Rp39,6 triliun. Paul mengatakan, penerimaan royalti tahun ini meningkat dibanding tahun lalu yang hanya Rp28,3 triliun.
Penerimaan royalti tahun ini juga mencakup pembayaran piutang royalti. "Target 2014 adalah Rp39,6 trilun. Realisasi tahun 2013 adalah Rp28,3 triliun," ujar dia.
Disisi lain, terkait larangan ekspor mineral mentah (ore) maka penerimaan royalti sepanjang 2014 didominasi dari sektor pertambangan batu bara.
"Batu bara (dominasi), apalagi tahun ini untuk mineral tidak boleh ekspor dalam bentuk bijih," pungkasnya.
(izz)