Pengamat Nilai Pembatasan BBM Subsidi Efektif
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) yang mulai diterapkan pemerintah dinilai realistis dan bisa menekan konsumsi. Agar efektif, program tersebut perlu dievaluasi secara berkala.
”Langkah pembatasan yang dilakukan cukup realistis, layak dan bisa diterapkan. Hanya, pemerintah harus lebih baik dalam sosialisasi dan pengawasan di lapangan,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Selasa (5/8/2014).
Pri berharap kebijakan tersebut juga dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya dalam menekan konsumsi BBM, agar sesuai dengan kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebanyak 46 juta kiloliter (kl).
Evaluasi tersebut, jelas dia, perlu dilakukan untuk menentukan kelanjutan kebijakan pembatasan tersebut, termasuk apakah akan diperluas atau tidak.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) telah mengeluarkan surat edaran mengenai pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini agar kuota BBM bersubsidi sebesar 46 Juta Kiloliter (kl) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 tidak jebol.
Dalam surat edarannya, BPH Migas mengatakan bahwa bahan bakar solar bersubisidi mulai 1 Agustus 2014 kemarin dilarang diperjualbelikan di daerah Jakarta Pusat. Selain itu, mulai 6 Agustus 2014 mendatang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada di rest area jalur tol dilarang menjual BBM jenis premium.
”Langkah pembatasan yang dilakukan cukup realistis, layak dan bisa diterapkan. Hanya, pemerintah harus lebih baik dalam sosialisasi dan pengawasan di lapangan,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Selasa (5/8/2014).
Pri berharap kebijakan tersebut juga dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya dalam menekan konsumsi BBM, agar sesuai dengan kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebanyak 46 juta kiloliter (kl).
Evaluasi tersebut, jelas dia, perlu dilakukan untuk menentukan kelanjutan kebijakan pembatasan tersebut, termasuk apakah akan diperluas atau tidak.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) telah mengeluarkan surat edaran mengenai pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini agar kuota BBM bersubsidi sebesar 46 Juta Kiloliter (kl) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 tidak jebol.
Dalam surat edarannya, BPH Migas mengatakan bahwa bahan bakar solar bersubisidi mulai 1 Agustus 2014 kemarin dilarang diperjualbelikan di daerah Jakarta Pusat. Selain itu, mulai 6 Agustus 2014 mendatang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada di rest area jalur tol dilarang menjual BBM jenis premium.
(gpr)