Pertamina-PLN Diminta Segera Cari Jalan Keluar
A
A
A
JAKARTA - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) mendesak PT PLN (persero) mencari jalan keluar jika PT Pertamina (persero) benar-benar menghentikan pasokan solar untuk pembangkit listrik miliknya.
Menurut Direktur Puskepi Sofyano Zakaria, ancaman Pertamina menghentikan pasokan solar kepada PLN tidak boleh dianggap enteng. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan akan membebani masyarakat.
"Jika harga baru solar tidak segera disepakati, operasional pembangkit listrik terhenti. Listrik mati tidak ada pasokan solar dampaknya ke publik dan mencoreng PLN, " kata dia di Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Besarnya dampak yang ditimbulkan ini, Sofyano menyarankan, kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut mencari solusi terbaik agar masyarakat tidak dikorbankan dengan cara segera menyepakati harga baru supaya tidak merugikan Pertamina.
"Dilakukan dengan pertimbangan business to business, mengingat dua-duanya mencari keuntungan," ucap Sofyano.
Namun demikian perlu dimengerti, di posisi ini Pertamina dirugikan karena harga jual ke PLN tidak sesuai dengan harga keekonomian. Dengan demikian, maka langkah Pertamina patut diapreasiasi.
"Langkah Pertamina mencegah kerugian patut diapresiasi. Sudah sepatutnya Pertamina bersikap seperti itu karena dalam Undang-undang Pertamina tidak boleh rugi dan mencari untung sebesar-besarnya," kata dia.
Di sisi lain, PLN juga harus berupaya keras menjaga kesinambungan pelayanan kelistrikan bagi masyarakat. Artinya, operasional pembangkit tidak boleh berhenti, PLN harus segera mungkin mencari alternatif lain seperti membeli solar dari swasta.
"Toh, pada kenyataannya, PLN tidak harus bergantung pada Pertamina," tandas Sofyano.
Lebih lanjut Sofyano mengatakan, perlu disadari kendala utama PLN adalah masih banyaknya pembangkit listrik menggunakan solar. Padahal dalam percepatan pembangkit listrik tahap 1 dan 2 meminta PLN mengganti pembangkitnya menggunakan energi lain selain BBM.
"Itu kendala utamanya akibatnya utang PLN menumpuk merugikan Pertamina," pungkas Sofyano.
Sebelumnya, Direktur Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina mengalami kerugian hingga USD45 juta dari penjualan solar ke pembangkit listrik milik PLN sepanjang semester 1/2014.
Seharusnya, Pertamina mulai 24 Juni 2014 menjual solar ke PLN sudah dengan harga keekonomian, namun atas pertimbangan Ramadan dan Lebaran maka pihaknya memutuskan menundanya.
"Tidak fair dong kalau Pertamina disuruh rugi terus, padahal saya baca media PLN untung Rp12 triliun," ungkap Hanung.
Menurut Direktur Puskepi Sofyano Zakaria, ancaman Pertamina menghentikan pasokan solar kepada PLN tidak boleh dianggap enteng. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan akan membebani masyarakat.
"Jika harga baru solar tidak segera disepakati, operasional pembangkit listrik terhenti. Listrik mati tidak ada pasokan solar dampaknya ke publik dan mencoreng PLN, " kata dia di Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Besarnya dampak yang ditimbulkan ini, Sofyano menyarankan, kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut mencari solusi terbaik agar masyarakat tidak dikorbankan dengan cara segera menyepakati harga baru supaya tidak merugikan Pertamina.
"Dilakukan dengan pertimbangan business to business, mengingat dua-duanya mencari keuntungan," ucap Sofyano.
Namun demikian perlu dimengerti, di posisi ini Pertamina dirugikan karena harga jual ke PLN tidak sesuai dengan harga keekonomian. Dengan demikian, maka langkah Pertamina patut diapreasiasi.
"Langkah Pertamina mencegah kerugian patut diapresiasi. Sudah sepatutnya Pertamina bersikap seperti itu karena dalam Undang-undang Pertamina tidak boleh rugi dan mencari untung sebesar-besarnya," kata dia.
Di sisi lain, PLN juga harus berupaya keras menjaga kesinambungan pelayanan kelistrikan bagi masyarakat. Artinya, operasional pembangkit tidak boleh berhenti, PLN harus segera mungkin mencari alternatif lain seperti membeli solar dari swasta.
"Toh, pada kenyataannya, PLN tidak harus bergantung pada Pertamina," tandas Sofyano.
Lebih lanjut Sofyano mengatakan, perlu disadari kendala utama PLN adalah masih banyaknya pembangkit listrik menggunakan solar. Padahal dalam percepatan pembangkit listrik tahap 1 dan 2 meminta PLN mengganti pembangkitnya menggunakan energi lain selain BBM.
"Itu kendala utamanya akibatnya utang PLN menumpuk merugikan Pertamina," pungkas Sofyano.
Sebelumnya, Direktur Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina mengalami kerugian hingga USD45 juta dari penjualan solar ke pembangkit listrik milik PLN sepanjang semester 1/2014.
Seharusnya, Pertamina mulai 24 Juni 2014 menjual solar ke PLN sudah dengan harga keekonomian, namun atas pertimbangan Ramadan dan Lebaran maka pihaknya memutuskan menundanya.
"Tidak fair dong kalau Pertamina disuruh rugi terus, padahal saya baca media PLN untung Rp12 triliun," ungkap Hanung.
(rna)